Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah ditutup menguat pada akhir perdagangan Rabu (5/10/2022) bersama dengan sejumlah mata uang lainnya di Asia.
Mengutip data Bloomberg, mata uang Garuda ditutup menguat 0,36 persen atau 55 poin ke Rp15.192 per dolar AS. Adapun, indeks dolar AS menguat 0,66 persen ke 110,78.
Selain rupiah, dolar Taiwan menguat 0,63 persen, rupee India menguat 0,44 persen, won Korea Selatan menguat 1,07 persen, dan yuan China menguat 0,13 persen.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menyebutkan dolar AS sedikit menguat walaupun sebelumnya sempat melemah, tetapi volatilitasnya lebih rendah dan mungkin akan berakhir tiba-tiba dalam beberapa hari mendatang. Ini lantaran data pekerjaan bulanan AS pada Jumat berpotensi untuk menenggelamkan harapan baru-baru ini dari kebijakan moneter Federal Reserve.
"Data pada Jumat diperkirakan menunjukkan ekonomi AS menciptakan sekitar 250.000 pekerjaan bulan lalu, di bawah 315.000 pada Agustus, dengan perkiraan pendapatan rata-rata per jam tetap stabil di sekitar 0,3 persen dan tingkat pengangguran di 3,8 persen," ujar Ibrahim dalam risetnya, Rabu (5/10/2022).
Karena pasar tenaga kerja tetap ketat, mengancam kenaikan upah, The Fed telah memperjelas bahwa memperlambat ekonomi dan pertumbuhan pekerjaan tetap menjadi pusat rencananya untuk mendinginkan inflasi.
Baca Juga
Melihat inflasi yang masih memanas, Ketua The Fed Jerome Powell bersikeras pada pendekatan kebutuhan untuk mempercepat kenaikan suku bunga acuan. Tetapi gelombang data ekonomi global yang lebih lemah baru-baru ini telah menghidupkan kembali harapan The Fed, mendorong imbal hasil Treasury lebih rendah dan menekan greenback.
Dari sisi internal, pasar terus memantau perkembangan penanganan atau antisipasi Pemerintah pada tahun depan untuk menahan laju inflasi yang cukup tinggi, apalagi negara-nergara Eropa sebagian sudah terdampak resesi. Ini berarti perlu ada amunisi baru untuk menanggulanginya, walaupun saat ini sudah ada strategi bauran ekonomi yang dijadikan andalan baik oleh pemerintah maupun Bank Indonesia.
"Tahun 2023 menjadi salah satu yang menantang terutama untuk pemerintah dalam menghadapi bahaya resesi yang terus menghantui usai beberapa negara di dunia telah mengalaminya. Ketika terjadi resesi, peran pemerintah menjadi sangat penting untuk mendorong demand dari masyarakat," kata Ibrahim.
Pada 2023, pemerintah ingin mendorong terjadinya konsolidasi fiskal sehingga tentu untuk mendorong demand dari masyarakat menjadi cukup menantang, tetapi masih bisa untuk dilakukan. Artinya ruang fiskal yang ditargetkan pada tahun depan mencapai 2,8 persen terhadap PDB defisitnya harus dimaksimalkan atau diprioritaskan kepada pos-pos belanja yang bisa memberikan efek ganda ke perekonomian.
Lebih lanjut, Ibrahim menilai pemerintah sebenarnya masih dapat membuka opsi untuk menambah defisit anggaran. Misalnya menjadi 2,9 atau bahkan 2,95 terhadap PDB untuk mengakomodasi belanja yang diperuntukkan untuk masyarakat langsung seperti misalnya bantuan sosial.
Untuk perdagangan besok, Kamis (6/10/2022), Ibrahim memperkirakan mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp15.180 - Rp15.260.