Bisnis.com, JAKARTA — Isu kenaikan suku bunga oleh Bank Indonesia serta pelemahan rupiah jelang rapat The Fed memberikan tekanan kepada IHSG.
Sentimen negatif yang menyelimuti pasar saham Tanah Air menjelang keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia terkait tingkat suku bunga acuan diperkirakan merembet ke sejumlah sektor.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah masih di zona pelemahan dengan koreksi sebesar 0,17 persen sehingga menjadi Rp15.009 per dolar Amerika Serikat pada pukul 14.04 WIB. Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada pukul 14.20 WIB melemah 9,49 persen ke posisi 7.161 setelah pekan lalu sempat mencetak rekor all-time high.
Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas Roger MM mengatakan kenaikan suku bunga The Fed yang diperkirakan mencapai 75 basis poin bakal makin melemahkan rupiah. Sepanjang 2022, Bank Sentral AS telah mengerek suku bunga sebesar 2,25 persen.
Roger menyebutkan pelemahan rupiah sejatinya telah diprediksi. Namun dia memperkirakan kondisi perekonomian domestik yang cukup baik bakal mengurangi tekanan pada mata uang Garuda. Kondisi ekonomi ini tecermin dari surplus neraca perdagangan yang berlanjut dan pertumbuhan ekonomi yang berada di atas estimasi.
“Bank Indonesia juga diprediksi menaikkan 7DRR sebesar 25 basis poin pada rapat Kamis besok dan ini dalam rangka mengantisipasi efek dari kenaikan BBM dan suku bunga The Fed,” kata Roger, Rabu (21/9/2022).
Baca Juga
Salah satu sektor yang akan terdampak dari pelemahan rupiah adalah emiten yang menjalankan ekspor dan impor. Roger mengatakan pelemahan rupiah akan menguntungkan emiten yang melakukan ekspor, sementara emiten dengan aktivitas impor yang tinggi akan merasakan dampak sebaliknya.
Lebih lanjut, sektor konsumer, produsen bahan baku, properti dan finansial diperkirakan merasakan dampak dari kenaikan suku bunga. Guru Besar Keuangan dan Pasar Modal Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia Budi Frensidy mengatakan pergerakan nilai tukar berdampak pada seluruh sektor. Namun dia mencatat efek langsung akan dirasakan oleh sektor-sektor yang melakukan aktivitas ekspor dan impor.
“Bagi emiten yang pendapatannya dalam dolar AS dan berorientasi ekspor seperti di sektor komoditas, pelemahan rupiah akan memberikan keuntungan. Namun yang memiliki kewajiban dalam mata uang asing, terutama dolar AS dalam jumlah besar, tentu akan menyangga beban berat,” kata Budi.
Meski demikian, Budi berpandangan kondisi ekonomi nasional masih baik, tetapi kewaspadaan terhadap gelombang resesi perlu ditingkatkan.
“Gelombang resesi yang sudah mulai terjadi di sejumlah negara imbas dari tingginya inflasi perlu diwaspadai. Ekonomi kita akan jauh lebih baik jika tidak terjadi resesi di banyak negara tahun depan,” kata Budi.