Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah berpotensi ditutup melemah seiring kenaikan harga BBM seperti Pertalite dan Solar, Senin (5/9/2022).
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menyebutkan uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatuf namun ditutup melemah di rentang Rp14.870 - Rp14.930 per dolar AS.
Mengutip data Bloomberg, mata uang Garuda ditutup melemah 0,09 poin atau 13 poin ke Rp14.895 per dolar AS. Adapun, indeks dolar AS turun 0,26 persen ke 109,407 pada Jumat (2/9/2022).
Mata uang lainnya yang mengalami pelemahan di Asia di antaranya yen Jepang yang melemah 0,06 persen, dolar Taiwan melemah 0,23 persen, won Korea Selatan melemah 0,63 persen, peso Filipina melemah 0,61 persen, dan yuan China melemah 0,02 persen.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan rilis ketenagakerjaan Amerika versi Automatic Data Purchasing Inc. (ADP) pada Rabu lalu menunjukkan perlambatan dalam laju perekrutan di sektor swasta AS untuk Agustus 2022, tetapi kenaikan 132.000 masih merupakan angka yang sehat.
Laporan JOLTS sebelumnya tentang lowongan pekerjaan AS menunjukkan penguatan yang berkelanjutan di pasar tenaga kerja, yang membuat laporan pekerjaan resmi diperkirakan menguat.
Baca Juga
Selain itu, ekspektasi kenaikan lainnya juga muncul setelah Ketua Fed Jerome Powell menyatakan pada pekan lalu bahwa membawa tekanan harga menurun menjadi fokus The Fed saat ini.
Presiden Fed Cleveland Loretta Mester menyatakan bahwa bank sentral perlu menaikkan suku bunga acuannya di atas 4 persen pada awal tahun depan, dari kisaran target saat ini 2,25 -2,5 persen, dan membiarkannya di sana untuk beberapa waktu. waktu untuk membantu mendinginkan inflasi.
Dari sisi internal, pemerintah menyatakan, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2022 yang menjadi shock absorber telah bekerja keras. Konsekuensinya, subsidi dan kompensasi energi sesuai Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022, jumlahnya meningkat tiga kali lipat, yaitu dari APBN 2022, semula Rp152,5 triliun menjadi Rp502,4 triliun.
Jika dibandingkan dengan subsidi dan kompensasi tiga tahun sebelumnya, yakni Rp144,4 triliun pada 2019, Rp199,9 triliun pada 2020, dan Rp188,3 triliun tahun 2021, kenaikan jumlah subsidi dan kompensasi pada 2022 sangat besar di Rp502,4 triliun, bahkan kemungkinan akan melonjak di atas Rp690 triliun. Ini adalah kenaikan yang sungguh sangat dramatis.
Lebih dari tiga kali lipat dari subsidi dan kompensasi yang dialokasikan ini adalah untuk menahan agar daya beli masyarakat terus terjaga.
“Namun, dengan harga minyak mentah dan ICP yang masih dalam tren meningkat dan seiring pemulihan aktivitas ekonomi serta meningkatnya mobilitas, kuota BBM bersubsidi, yakni solar dan pertalite, diperkirakan akan habis pada Oktober 2022. Artinya, Rp502 triliun yang dialokasikan untuk subsidi dan kompensasi energi pasti akan terlewati,” tulis Ibrahim dalam riset harian, Jumat (2/9/2022).
Dengan perkiraan rata-rata ICP dalam delapan bulan selalu di atas US$100, yaitu US$105 per barel dan kurs sekitar Rp14.700-14.800, sementara volume subsidi diproyeksikan mencapai 29 juta kilo liter untuk Pertalite dan 17,4 juta kilo liter untuk Solar, subsidi dan kompensasi akan mencapai Rp698 triliun.
Direktur MNC Asset Management Edwin Sebayang memperkirakan nilai tukar rupiah bakal bergerak di rentang Rp14.880 sampai dengan Rp14.910.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah memperkirakan rupiah bisa mencapai kisaran Rp14.900 hingga Rp15.200 per dolar AS jika harga BBM subsidi dinaikkan.