Bisnis.com, JAKARTA - Emiten konsumer, PT Mayora Indah Tbk. (MYOR) menargetkan pertumbuhan kinerja antara 10--15 persen hingga akhir tahun. Perseroan optimistis profitabilitas membaik seiring penurunan bahan baku.
Direktur Mayora Indah Wardhana Atmadja mengungkapkan perseroan telah beberapa kali menaikkan harga jual sejak 2021. Pada April 2022 pun perseroan kembali menaikkan harga.
"Biasanya di Mayora lebih besar omzet, ada seasonal ekspor dinikmati perusahaan di semester kedua setiap tahunnya. Kalau perkiraan tidak konservatif, kami bisa lebih optimistis dari 10-15 persen range growth di top line," jelasnya dalam paparan publik, Selasa (28/6/2022).
Emiten berkode MYOR ini menargetkan penjualan dapat menembus Rp30,69 triliun atau naik 10 persen pada 2022 dibandingkan dengan 2021. Adapun, perkiraan optimistisnya kinerja dapat tumbuh hingga 15 persen.
Di sisi lain, perseroan juga menargetkan pertumbuhan laba bersih sebesar 8,3 persen menjadi Rp1,31 triliun pada 2022 dibandingkan dengan Rp1,21 triliun pada 2021. Hal ini seiring dengan peningkatan penjualan yang disertai kenaikan harga.
"Tahun ini masih ada rencana kenaikan harga yang akan berdampak positif di kuartal III dan kuartal IV. Kenaikan harga lagi dampaknya kurang lebih 8 persen lagi terhadap kenaikan average price produk kami," terangnya.
Baca Juga
Dia juga menjelaskan saat ini terjadi tren penurunan harga komoditas yang menjadi bahan baku seperti gula, tepung terigu, olein, dan kopi yang naik sejak 2021 lalu.
Seiring penurunan tersebut, perseroan akan memanfaatkannya dengan tidak menurunkan harga jual, sehingga ketika biaya produksi lebih rendah, margin laba bersih perseroan meningkat.
"Biasanya di FMCG setelah harga komoditas kembali turun, biasanya perusahaan FMCG tidak akan segera memberikan penurunan harga ke pasar, justru akan berdampak positif ke bottom line perusahaan. Dengan begitu, margin lebih tinggi itu salah satunya berasal dari rencana-rencana kenaikan harga pada kuartal III dan kuartal IV," tuturnya.
Hingga April 2022, penjualan Mayora telah mencatatkan kenaikan 6,2 persen menjadi Rp10,36 triliun. Sayangnya, laba bersih perseroan masih tergerus 44,2 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp450 miliar. Laba bersih yang menurun akibat margin laba bersih yang turun menjadi hanya 4,3 persen dari 8,3 persen.