Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IHSG Sesi I Hijau, Asing Net Buy Rp1,21 Triliun, Saham Indika (INDY) Terbang

Saham PT Indika Energy Tbk. (INDY) melesat 22,87 persen ke level Rp2.740 atau berada di puncak top gainers pada akhir IHSG sesi I.
Presiden Direktur PT Indika Energy Tbk, Arsjad Rasjid./Istimewa
Presiden Direktur PT Indika Energy Tbk, Arsjad Rasjid./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA – Indeks harga saham gabungan (IHSG) parkir di zona hijau dengan menguat 0,94 persen atau 65 poin ke 6.953,17 pada akhir sesi I perdagangan, Selasa (1/3/2022).

Berdasarkan data Bloomberg pada 11.31 WIB, sepanjang sesi I IHSG bergerak di kisaran 6.944,92 – 6.996,93. Sebanyak 317 saham menguat, 211 saham melemah dan 142 saham diperdagangkan stagnan.

Investor asing terpantau membukukan aksi beli bersih Rp1,21 triliun. Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) diakumulasi asing Rp424,8 miliar dan saham PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk diborong asing Rp117,1 miliar.

Adapun, saham PT Indika Energy Tbk. (INDY) melesat 22,87 persen ke level Rp2.740 atau berada di puncak top gainers. Penguatan ini merupakan respons terhadap aksi perseroan yang akan menjual seluruh kepemilikan sahamnya di PT Petrosea Tbk. (PTRO).

Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, berdasarkan analisa teknikal, pihaknya melihat saat ini IHSG memiliki peluang bergerak menguat terbatas dan diperdagangkan pada level 6.789- 6.980.

“Hati hati ada potensi koreksi terbuka lebar, namun apabila data ekonomi di Indonesia bagus, ini akan menjadi bantalan empuk untuk mengalami penguatan,” jelasnya dalam riset harian, Selasa (1/3/2022)

Nico menjelaskan, dari sentimen luar negeri, kenaikkan tingkat suku bunga The Fed kemungkinan akan tetap dilakukan, namun sama seperti Bank Sentral Eropa, kecepatannya akan berkurang dari sebelumnya. Hal ini belum termasuk mengkalkulasikan apabila Rusia membalas sanksi yang diberikan oleh dunia dengan mematikan aliran gas ke Eropa.

Pihaknya melihat apabila hal tersebut terjadi, The Fed tidak akan lagi terfokus terhadap pertumbuhan melainkan mempertahankan pertumbuhan tersebut. Namun apabila inflasi kembali mengalami kenaikkan dan tidak terkendali, maka The Fed akan menaikkan tingkat suku bunga, bahkan sekalipun perekonomiannya mengalami pelemahan.

“Bagi negara emerging market, hal tersebut akan berdampak terhadap kenaikkan harga komoditas, seperti makanan pokok, gandum dan energi,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Farid Firdaus
Editor : Farid Firdaus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper