Bisnis.com, JAKARTA — PT Indo Premier Sekuritas akan memberlakukan bea meterai untuk transaksi saham dan reksa dana di atas Rp10 juta mulai besok, 1 Maret 2022.
Dalam surat pengumuman kepada nasabah, Indo Premier Sekuritas menyampaikan trade confirmation sebagai dokumen transaksi surat berharga yang diterima nasabah merupakan objek pajak. Dengan demikian, akan dikenakan bea meterai senilai Rp10.000 untuk sejumlah transaksi yang memenuhi syarat.
“Sehubungan dengan telah ditunjuknya PT Indo Premier Sekuritas sebagai pemungut meterai elektronik oleh Direktorat Jenderal Pajak, maka efektif terhitung sejak 1 Maret 2022, Indo Premier Sekuritas akan melakukan pemotongan biaya meterai dari RDN nasabah sesuai dengan ketentuan di atas,” tulis Indo Premier Sekuritas, dikutip Senin (28/2/2022).
Adapun, bea meterai tersebut berlaku untuk transaksi saham dan reksa dana di pasar sekunder dengan nilai di atas Rp10 juta, penjatahan final di pasar perdana (IPO) di atas Rp5 juta, dan transaksi surat berharga di pasar alternatif di atas Rp5 juta.
Dengan berlakunya aturan bea meterai tersebut, nasabah pun diimbau untuk menyiapkan dana tambahan di dalam Rekening Dana Nasabah (RDN) jika ingin melakukan transaksi.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal atau Ditjen Pajak Kementerian Keuangan menetapkan bea meterai Rp10.000 untuk transaksi efek di bursa dengan nilai transaksi di atas Rp10 juta.
Pengamat Pasar Modal Teguh Hidayat menilai pengenaan bea meterai Rp10.000 ini tidak adil bagi investor ritel kecil. Pasalnya, investor ritel yang bertransaksi sebesar Rp10 juta atau Rp20 juta, akan dikenakan bea meterai yang sama dengan investor yang bertransaksi dengan nilai Rp100 juta
"Itu kan tidak adil. Beda dengan pajak, berubah-ubah, tergantung nilainya, dengan persentase tetap," ujar Teguh saat dihubungi Bisnis, Sabtu (26/2/2022).
Menurutnya, pengenaan bea meterai ini akan berdampak pada menurunnya minat investor untuk melakukan transaksi saham dan menurunkan nilai transaksi bursa. Bukan tidak mungkin pengenaan bea meterai ini membuat investor beralih masuk ke instrumen lain yang belum diregulasi.
"Masuknya ke Binomo, lalu masuk ke kripto, token-token artis segala macam. Berarti kan lebih spekulasi lagi kalau seperti itu, lebih bikin duit investor habis lagi," tuturnya.