Bisnis.com, JAKARTA – Prospek pertumbuhan ekonomi dan potensi return yang optimal akan menjadi katalis positif yang mempengaruhi minat investor serta serapan instrumen Surat Berharga Negara (SBN) ritel pada tahun 2022.
Senior Economist Samuel Sekuritas Fikri C Permana meyakini, prospek SBN ritel pada tahun depan masih sangat positif. Menurutnya, target pemerintah sebesar Rp100 triliun dapat tercapai.
Salah satu sentimen positif yang akan mempengaruhi minat dan serapan SBN ritel pada tahun depan adalah outlook pertumbuhan ekonomi. Ia menjelaskan, dengan pemulihan ekonomi yang lebih baik, maka daya beli masyarakat juga akan ikut membaik.
“Dengan kesadaran investasi yang juga meningkat serta disposable income yang lebih tinggi, masyarakat akan punya uang lebih banyak untuk diinvestasikan sehingga dari sisi minat juga tetap terjaga,” jelasnya saat dihubungi pada Rabu (15/12/2021).
Sentimen lain yang membuat SBN ritel akan tetap dilirik investor adalah potensi return yang didapatkan. Menurutnya, bila dibandingkan dengan deposito, SBN ritel masih lebih unggul baik dari sisi return maupun imbal hasil (yield).
Daya tarik obligasi ritel juga ditambah dengan pajaknya yang rendah. Pada tahun ini, pemerintah telah menurunkan pajak penghasilan (PPh) bunga obligasi dari 15 persen menjadi 10 persen.
Baca Juga
Dengan penurunan pajak tersebut, maka potensi return yang akan didapatkan oleh investor ritel akan cenderung lebih besar dibandingkan dengan instrumen sejenis.
Lebih lanjut, Fikri juga mengimbau masyarakat perlu memperhatikan beberapa hal sebelum memutuskan untuk membeli SBN ritel. Pertama, adalah sifat SBN ritel yang terbagi menjadi dapat diperdagangkan (tradeable) dan tidak dapat diperdagangkan (non-tradeable).
Menurutnya, hal ini amat penting bila nantinya investor memutuskan untuk kembali menjualnya sebelum masa jatuh tempo berakhir. Ia mengatakan, SBN ritel yang non tradeable akan memiliki likuiditas yang lebih rendah dibandingkan dengan SBN ritel yang dapat diperdagangkan.
Selain itu, potensi kenaikan inflasi tahun depan juga perlu diperhatikan oleh investor ritel. Pasalnya, menguatnya inflasi akan berimbas pada prospek kenaikan suku bunga acuan. Hal ini akan menimbulkan risiko refinancing dari pemerintah.