Bisnis.com, JAKARTA - Emiten tekstil dan garmen PT Pan Brothers Tbk. (PBRX) menyiapkan belanja modal (capital expenditure/capex) sekitar US$10 juta hingga US$15 juta pada 2022.
Wakil Direktur Utama Pan Brothers Anne Patricia Sutanto mengatakan, pihaknya menyiapkan capex untuk menambah kapasitas. Akan tetapi, penambahan kapasitas ini tidak ke arah pembangunan pabrik.
"Kami akan menambah kapasitas, bukan ke arah pembangunan pabrik, tetapi penambahan otomatisasi dan digitalisasi," kata Anne dalam paparan publik, Rabu (15/12/2021).
Dia melanjutkan, sebagian dari anggaran capex tersebut akan dibiayai oleh rights issue yang akan dilakukan perseroan pada tahun depan.
Sebagai informasi, emiten bersandi saham PBRX ini akan menjajaki rights issue dengan jumlah US$50 juta di 2022. Rights issue ini dilakukan sebagai bagian dari proses restrukturisasi utang perseroan.
Anne melanjutkan, pihaknya tengah mengkaji agar modal kerja perseroan tidak bergantung pada ekuitas dan perbankan.
Baca Juga
"Strategi restrukturisasi jangka pendeknya adalah right issue untuk ketergantungan modal kerja ke perbankan," tuturnya.
Anne mengakui, selama ini pihaknya 'hidup' dengan fasilitas yang diturunkan perbankan untuk modal kerja. Saat ini, total fasilitas kredit yang dimiliki PBRX berkisar US$43-US$45 juta yang berasal empat bank, yakni HSBC, Maybank, UOB, dan Bank Permata dalam jangka waktu dua tahun.
Adapun dua bank di atas, yakni HSBC dan Maybank sempat mengunci fasilitas kreditnya ke Pan Brothers. Batas kredit Pan Brothers sempat berkurang menjadi US$28 juta dari US$225 juta.
Namun, kedua bank tersebut kembali mengucurkan kreditnya ke perseroan setelah menerima term sheet restrukturisasi dari Pan Brothers.
"PBRX sendiri saat ini kita sudah memperbaiki kolektibilitas, kami diperbolehkan seluruh lenders menaikkan modal kerja ke posisi new normal-nya PBRX, yaitu US$75 juta atau US$100 juta. Itu yang ada dalam term sheet sekarang," ujar dia.
Sementara dalam jangka menengah, Pan Brothers tengah mengkaji untuk memperoleh modal kerja dari produk supply chain finance management. Menurut Anne, hal ini banyak dilakukan perusahaan di Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa yang tidak bergantung lagi ke pembiayaan perbankan.