Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak melonjak lagi lebih dari tiga persen pada akhir perdagangan Rabu pagi di Asia karena kekhawatiran tentang dampak varian virus Corona Omicron terhadap permintaan bahan bakar global semakin berkurang.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Februari ditutup bertambah US$2,36 atau 3,2 persen, menjadi US$75,44 per barel, setelah melonjak 4,6 persen pada Senin (6/12/2021).
Sementara itu, Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Januari terangkat US$2,56 atau 3,7 persen, menjadi menetap di US$72,05 per barel, menyusul kenaikan 4,9 persen pada sesi sebelumnya.
Pada tertinggi sesi di perdagangan Selasa (7/12/2021), setiap kontrak naik lebih dari tiga dolar AS. Pekan lalu, harga minyak jatuh di tengah kekhawatiran bahwa vaksin mungkin kurang efektif terhadap varian baru Omicron, memicu kekhawatiran bahwa pemerintah-pemerintah dapat memberlakukan pembatasan baru yang akan menenggelamkan permintaan bahan bakar.
Namun, seorang pejabat kesehatan Afrika Selatan melaporkan pada akhir pekan bahwa kasus Omicron di sana hanya menunjukkan gejala ringan, sementara pejabat tinggi penyakit menular AS Anthony Fauci juga mengatakan tampaknya tidak ada tingkat keparahan yang besar dengan varian tersebut.
"Pasar oversold sebagai reaksi spontan terhadap Omicron dan potensi penyebarannya serta dampaknya pada pembatasan perjalanan," kata Gary Cunningham, Direktur Riset Pasar di Tradition Energy. "Sekarang kami melihat pasar kembali ke ekspektasi permintaan yang kuat selama 6-12 bulan ke depan."
Baca Juga
Di sisi lain, eksportir minyak utama dunia Arab Saudi memutuskan menaikkan harga minyak mentah bulanan pada Minggu (5/12/2021).
Pekan lalu, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, sebuah kelompok yang dikenal sebagai OPEC+, sepakat untuk terus meningkatkan produksi sebesar 400.000 barel per hari (bph) pada Januari meskipun cadangan minyak strategis AS telah dirilis.
"Pasar mulai menanggapi varian ini dengan tenang," kata Matt Smith, Analis di Kpler.
Dikutip dari Antara, analis yang disurvei oleh Reuters memperkirakan bahwa data persediaan minyak mentah AS akan menunjukkan penurunan mingguan kedua berturut-turut.
Harga minyak juga ditopang oleh penundaan kembalinya minyak Iran, karena pembicaraan nuklir tidak langsung antara Amerika Serikat dan Iran mendapat batu sandungan. Jerman mendesak Iran pada Senin (6/12/2021) untuk menyajikan proposal yang realistis dalam pembicaraan mengenai program nuklirnya.