Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penyebab Saham Bukalapak Turun 12 Sesi Beruntun

Besarnya dana IPO yang masih ada di neraca keuangan menjadi salah satu faktor penyebab saham Bukalapak turun, di samping pembukukan kinerja yang masih rugi.
Konsumen tengah membuka situs jual beli online/Bisnis
Konsumen tengah membuka situs jual beli online/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA - Investor semakin bertanya-tanya, penyebab saham PT Bukalapak.com Tbk. (BUKA) turun. Terkini, saham BUKA anjlok mentok batas bawah pada sesi I perdagangan Selasa (7/12/2021). Saham BUKA pun sudah turun 12 sesi beruntun.

Saham BUKA turun 6,58 persen atau 30 poin menjadi Rp426, setelah bergerak di rentang Rp426-Rp436. Saham BUKA menyentuh batas auto reject bawah (ARB).

Total transaksi saham BUKA Rp63,58 miliar dengan frekuensi 6.133 kali transaksi. Investor asing melego saham BUKA dengan net sell Rp51,12 miliar, tertinggi hingga sesi I.

Aksi obral saham BUKA oleh investor berkorelasi dengan rapor kinerja keuangan dan segmen marketplace yang tergerus.

Selama kuartal III/2021, segmen marketplace emiten berkode saham BUKA itu kalah dari bisnis online to offline (O2O). Pendapatan dari segmen marketplace tercatat sebesar Rp780,41 miliar sepanjang 9 bulan 2021. Jumlah itu naik 5,17 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu Rp742 miliar.

Tingkat pertumbuhan itu kalah jauh dari pendapatan segmen mitra yang meroket 322,83 persen year-on-year (YoY). Lini bisnis tersebut membukukan pendapatan sebesar Rp496,70 miliar sepanjang Januari—September 2021.

Total processing value (TPV) Mitra dalam 9 bulan 2021 bertambah 179 persen YoY menjadi Rp40 triliun. Kontribusi Mitra terhadap TPV Bukalapak meningkat dari 33 persen per kuartal III/2020 menjadi 51 persen pada periode yang sama tahun ini.

Manajemen mengatakan semua itu berkat berkembangnya variasi produk dan jasa yang ditawarkan oleh Bukalapak kepada para Mitra.

Pada akhir September 2021, jumlah Mitra yang telah terdaftar mencapai 10,4 juta atau meningkat dari 6,9 juta pada akhir Desember 2020.

Meski demikian, total beban penjualan dan pemasaran yang dikeluarkan oleh BUKA untuk segmen Mitra juga mengalami peningkatan sebesar 80,29%. Total pengeluaran mencapai Rp523,46 miliar dari tahun sebelumnya Rp290,33 miliar.

Hal tersebut membuat biaya ekspansi atau penambahan mitra menjadi tinggi. Sebanding dengan kontribusi Mitra Bukalapak terhadap pendapatan perseroan meningkat dari 19% pada kuartal III/2020 menjadi 43 oersen pada periode yang sama tahun ini.

Di sisi lain, pelemahan kinerja segmen marketplace justru membuat analis menjadi gusar terhadap bisnis utama perseroan.

Analis Sucor Sekuritas Paulus Jimmy mengatakan pihaknya dalam waktu dekat akan merevisi target harga yang sebelumnya dipatok Rp1.435 per saham.

“Kami akan memangkas target harga, untuk saat ini kami masih sesuaikan,” katanya kepada Bisnis pada Kamis (2/12/2021).

Menurutnya, salah satu penyebab revisi target BUKA ialah kinerja bisnis marketplace yang di luar ekspektasi. Menurutnya, lini bisnis utama Bukalapak itu cenderung melambat bahkan tidak mengalami perkembangan.

Padahal secara industri, lanjutnya, bisnis e-commerce masih mengalami pertumbuhan.

“Hasil mereka kurang baik kan kemarin bisa dibilang agak mengecewakan bagi yang marketplace, meskipun segmen Mitra tumbuh dengan baik,” katanya.

Selain itu, awalnya Sucor mengasumsikan TPV segmen marketplace BUKA akan mengalami pertumbuhan signifikan. Namun, perkiraan tersebut meleset sehingga target harga perlu dihitung kembali.

BUKA, lanjutnya, kemungkinan sengaja tidak mengejar kompetisi pada segmen marketplace. Alih-alih melakukan promosi pada segmen e-commerce, perseroan justru menghabiskan dana untuk meningkatkan kapabilitas dan profitabilitas segmen Mitra.

Dia bahkan meyakini pada tahun depan, segmen Mitra berpotensi mengungguli torehan bisnis marketplace.

“Secara kontribusi TPV dari Mitra pada kuartal III saja sudah tinggi. Pada 2022 kontribusi TPV Mitra bisa melebihi marketplace kalau ritmenya masih begini,” katanya.

Sementara itu, Bukalapak berencana mengubah penggunaan dana hasil penawaran umum perdana saham (IPO) yang totalnya mencapai Rp21,9 triliun. Rencana itu masuk dalam agenda rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada 23 Desember.

Lebih terperinci, mata acara RUPSLB Bukalapak itu mencakup perubahan penggunaan mayoritas dana hasil IPO untuk modal kerja yang sebelumnya mencapai 66 persen.

Jumlah itu setara dengan Rp14,45 triliun dari total hasil perolehan dana IPO. Emiten teknologi itu akan meminta persetujuan pemegang saham untuk memperkecil alokasi modal kerja menjadi 33 persen.

Dengan demikian, dana hasil penawaran umum yang akan digunakan untuk modal kerja adalah Rp7,22 triliun. Adapun, sekitar 34 persen akan tetap digunakan untuk modal kerja entitas anak.

Di sisi lain, Jimmy menyayangkan kurang agresifnya Bukalapak dalam menggunakan dana hasil IPO.

“Dana dari IPO sampai sekarang masih duduk manis di balance sheet padahal kita berharap dana ini digunakan untuk ekspansi,” katanya.

Salah satu sumber Bisnis menyebutkan perseroan akan melakukan aksi korporasi pada akhir tahun ini. Bukalapak akan melakukan aksi tersebut menggunakan fasilitas pinjaman dari Bank DBS sebesar Rp2 trilun.

Penarikan pinjaman oleh BUKA dinilai menjadi ironi di tengah posisi kas dan setara kas yang mencapai Rp23,63 triliun per 30 September 2021.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Pandu Gumilar
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper