Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Emiten Kena Suspensi BEI Lebih dari 2 Tahun, Bagaimana Nasib Investornya?

Pemegang saham adalah pemilik sehingga konsekuensi hilangnya modal saat perusahaan delisting dan dilikuidasi akan terjadi.
Karyawan melintas di depan papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (3/5/2021). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Karyawan melintas di depan papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (3/5/2021). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah emiten sudah terkena suspend perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) lebih dari dua tahun. Emiten-emiten tersebut pun terancam delisting dari pasar modal.

Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan mengungkapkan sejumlah emiten yang terkena suspensi otoritas pasar modal perlu diperhatikan per kasusnya.

"Apakah masalah serius dan kompleks seperti menyangkut going concern atau masalah administrasi seperti keterlambatan penyampaian laporan keuangan," urainya kepada Bisnis, Senin (23/8/2021).

Kalau melihat sekilas dari sejumlah emiten yang terkena suspensi lebih dari 24 bulan ini ada 6 emiten di antaranya, CMPP karena syarat batas minimal kepemilikan publik; BTEL isu Going Concern dan Pendapat WDP dari KAP; GOLL karena Laporan Keuangan (LK), Kasus hukum; NIPS isu going concern; SUGI LK 2018-2020, TRIO opini Disclaimer KAP.

"Ternyata banyak yang mengalami masalah yang serius dan kompleks," terangnya.

Kondisi fundamental mengalami kerugian bersih yang cukup dalam, bahkan posisi CMPP, BTEL dan TRIO nilai ekuitasnya sudah negatif dengan nilai yang signifikan, sehingga perlu restrukturisasi yang dalam kondisi pandemi akan semakin sulit.

Dengan demikian, hal ini akan berimbas terhadap investor ritel terutama yang memiliki saham-saham perusahaan tersebut.

"Tentu prioritasnya adalah Cut Loss namun kendalanya adalah karena suspensi tentu sulit untuk melakukan Cut Loss, apalagi jika di pasar Negosiasi juga tidak dapat dilakukan. Pilihan lainnya memang relatif tidak ada," paparnya.

Menurut Alfred, dari pengalaman yang ada, proses suatu emiten yang terkena delisting, hanya memberikan informasi yang minim bagi investor ritel.

Hal ini seolah-olah begitu emiten terkena delisting, informasi perusahaan ke pemegang saham ritel terputus.

"Apalagi untuk yang mengalami kebangkrutan, sulit sekali bagi pemegang saham ritel untuk tahu apakah hak atas pembagian dari penjualan aset masih didapat, karena sekali lagi akses pemegang saham ritel terputus begitu suatu emiten terkena delisting," urainya.

Realita ini harus dapat ditangkap oleh regulator terutama yang terkait dengan pasar modal. Ke depannya, bagi regulator ketika suatu emiten yang delisting, investor masih perlu difasilitasi mendapatkan akses informasi ke perusahaan tersebut.

Bagi emiten yang terkena delisting dan masih tetap melangsungkan usahanya, tentu pemegang saham ritel masih tetap menjadi pemiliknya, hanya saja sahamnya tidak bisa diperjualbelikan lagi di pasar.

"Beberapa kejadian saham yang delisting, bisa kembali melantai di bursa. Namun, untuk kejadian delisting yang diikuti dengan dilikuidasinya perusahaan [bangkrut/tutup], konsekuensinya tidak baik bagi investor," katanya.

Dalam berinvestasi saham, memang resiko terbesarnya adalah kebangkrutan dari perusahaan atau emiten. Pemegang saham adalah pemilik sehingga konsekuensi hilangnya modal saat perusahaan delisting dan dilikuidasi akan terjadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper