Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah dibuka terkoreksi pada perdagangan Senin (19/7/2021), mengikuti pergerakan pelemahan mata uang Asia lain terhadap dolar AS.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka pada zona merah dengan koreksi 0,13 persen ke Rp14.516,50 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS menguat 0,05 persen ke 92,73.
Hingga 09.20 WIB, won Korea Selatan turun 0,56 persen, dolar Singapura anjlok 0,10 persen, yuan China tergelincir 0,04 persen, ringgit Malaysia melemah 0,28 persen, peso Filipina turun 0,41 persen, dan bath Thailand terkoreksi 0,23 persen.
Sebelumnya, Macroeconomic Analyst Bank Danamon Irman Faiz mengatakan sentimen utama yang sebelumnya membuat rupiah tertekan dari eksternal yakni terkait ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed yang akan terjadi lebih cepat dan naik dua kali pada 2023.
“Apalagi realisasi inflasi US terakhir juga berada di atas konsensus pasar dan mendukung ekspektasi pasar terhadap pemulihan US yang lebih cepat,” ujarnya kepada Bisnis.
Sementara itu, dari sisi internal Faiz menyebut tekanan masih seputar kenaikan kasus harian Covid-19 di dalam negeri yang membuat proyeksi pertumbuhan tahun ini bisa lebih rendah dari prakiraan sebelumnya sehingga membuat rupiah sulit bangkit.
Untuk pekan ini, Faiz memandang tekanan rupiah tetap ada seiring kasus aktif yang masih terus naik. Di sisi lain, pasar akan melihat sikap dari Bank Indonesia terkait proyeksi pertumbuhan yang baru dari rapat Dewan Gubernur BI pada pekan ini.
“All in all, kami melihat pergerakan rupiah rata-rata di satu bulan ini sekitar Rp14.487—Rp14.550 karena masih ada topangan dari likuiditas dolar AS yang melimpah akibat surplus neraca dagang kita di 1 semester kemarin yang 2 kali lipat lebih besar dari tahun lalu,” pungkasnya.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah mengakhiri lajunya di level Rp14.497 setelah melemah 15 poin atau 0,10 persen pada level Rp14.482 pad akhir pekan lalu, Jumat (16/7/2021). Adapun sepanjang perdagangan mata uang Garuda bergerak pada rentang Rp14.497,50-Rp14.537,00.