Bisnis.com, JAKARTA — Mata uang negara-negara berkembang menutupi kerugian setelah Presiden AS Donald Trump memberikan sinyal untuk memperpanjang periode negosiasi tarif impor.
Berdasarkan data Bloomberg, won Korea Selatan memimpin rebound dengan kenaikan hingga 0,9% pada Selasa (8/7/2025) yang hampir menyeimbangi depresiasi sebelumnya. Selanjutnya peso Filipina, baht Thailand, dan rand Afrika Selatan juga turut bertolak ke zona hijau usai tertekan pada awal pekan ini.
Sedangkan indeks MSCI yang mengukur kekuatan saham-saham di emerging market naik 0,1%.
Apresiasi mata uang dan aset di negara berkembang ini menyusul sinyal dari Presiden AS Donald Trump yang mengatakan sudah mengirim surat ke sejumlah negara terkait pemberlakuan tarif. Namun, dalam surat itu Trump menyebut masih terbuka untuk negosiasi.
Trump mengatakan tarif "sudah pasti, tapi tidak 100% pasti." Pernyataan itu membuka ruang kepada pelaku pasar untuk menebak seberapa buruk dampak pemberlakuan tarif tersebut.
Analis IG Markets Tony Sycamore mengatakan pernyataan Trump itu membuat pelaku pasar dapat membaca langkah yang akan diambil Trump yang sesuai dengan pola 'maju-mundur.'
"Pasar tetap terpengaruh dengan 'headline', tapi tentunya akan sangat bergantung ke apa yang akan dia [Trump] sampaikan berikutnya," kata Sycamore, dikutip Bloomberg, Selasa (8/7/2025).
Adapun, Trump memberikan pengumuman tarif sebesar 25% untuk impor dari Jepang dan Korea Selatan. Tarif itu jgua akan meluncur untuk negara-negara lainnya seperti Afrika Selatan, Indonesia, Thailand, dan Kamboja.
Saat ini, pemerintahan di negara-negara berkembang terus bekerja keras untuk mencapai kesepakatan dagang yang menguntungkan. Malaysia mengatakan terus melanjutkan negosiasi dengan AS sementara Thailand optimistis akan mendapatkan tarif yang lebih rendah dari pengumuman sebesar 36%.