Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah manajer investasi (MI) masih optimistis dapat membukukan kenaikan dana kelolaan atau asset under management (AUM) hingga akhir tahun ini meski mengalami penurunan sepanjang semester I/2021.
Direktur Panin Asset Management Rudiyanto mengatakan, hingga semester I/2021, pihaknya mencatatkan penurunan jumlah dana kelolaan. Tercatat, hingga 30 Juni 2021, Panin AM memiliki dana kelolaan sebanyak Rp12,94 triliun.
Sementara itu, Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) jumlah dana kelolaan Panin AM pada akhir tahun lalu adalah sebanyak Rp13,5 triliun, atau turun 4,4 persen.
Menurutnya, penurunan tersebut salah satunya disebabkan oleh anjloknya performa sahan-saham berkapitalisasi besar (big caps) yang turut berimbas pada performa produk-produk reksa dana saham.
“Selain itu, juga ada penurunan pada jumlah dana kelolaan reksa dana terproteksi karena obligasi jatuh tempo,” jelasnya saat dihubungi pada Minggu (11/7/2021).
Meski demikian, Rudiyanto mengaku pihaknya tetap optimistis dapat mencatatkan pertumbuhan dana kelolaan hingga akhir 2021. Panin AM mematok target dana kelolaan sebesar Rp15 triliun hingga akhir tahun ini.
Baca Juga
Guna mencapai target tersebut, Panin AM telah menyiapkan beberapa strategi, salah satunya adalah dengan mengoptimalkan kinerja produk yang telah ada dengan menyesuaikan portofolio. Panin AM juga akan meningkatkan pamasaran secara digital dengan membuat versi baru dari aplikasi yang sudah ada.
Sementara itu, Panin AM juga masih memiliki rencana untuk merilis produk reksa dana terproteksi. Namun, pihaknya belum dapat mengatakan waktu pasti dari peluncuran produk tersebut.
“Kami juga akan melakukan penambahan agen-agen penjual online,” katanya.
Sementara itu, Direktur Riset dan Kepala Investasi Alternatif PT Bahana TCW Investment Management Soni Wibowo mengatakan mengatakan sepanjang semester I/2021 perseroan mencatat pertumbuhan dana kelolaan positif dari bulan ke bulan, tetapi akhirnya anjlok karena aksi redemption BPKH dengan nilai sekitar Rp5 triliun.
“Di luar redemption dana haji itu kita positif terus, secara akumulasi sudah naik sekitar Rp1,8 triliun hingga Rp2 triliun dari tahun lalu. Tapi keluar Rp5 triliun, jadi mundur lagi kita,” ujar Soni kepada Bisnis, belum lama ini.
Dia menuturkan, sepanjang tahun berjalan jumlah pembelian reksa dana atau subscription paling banyak berasal dari jenis reksa dana pasar uang. Maka dari itu, Bahana TCW mengandalkan produk dari kelas aset ini untuk menjaring dana kelolaan di sisa tahun.
Menurutnya, di tengah kondisi ketidakpastian dan gejolak pasar yang masih berlangsung hingga saat ini investor cenderung memilih instrumen investasi yang minim risiko seperti pasar uang sehingga produk tersebut laris manis.
“Saya lihat di kondisi sekarang orang nggak pede-pede amat masuk investasi, asal nggak bangkrut saja sudah lumayan,” imbuhnya.
Apalagi, kata Soni, mengingat suku bunga saat ini sangat rendah, jika dibandingkan dengan deposito bank, imbal hasil yang ditawarkan produk reksa dana pasar uang terbilang bersaing sehingga menarik minat investor.
“Money market kita return-nya cuma 4,9 persen tapi ternyata udah satu semester ini subscriptionnya sudah hampir Rp2 triliun. Kita aja bikin sampai produk baru yang plus, yang syariah pasar uang, semua dihajar investor,” tutur Soni.
Untuk itu dia optimistis dana kelolaan Bahana TCW masih bisa terus bertumbuh hingga akhir 2021, meski kemungkinan besar tak lagi mencapai target yang dipatok di awal tahun yakni Rp60 triliun.
“Tadinya tahun ini target sekitar Rp60 triliun tapi kayaknya nggak tercapai karena yang kemarin itu, apalagi sekarang kondisi masih begini, nyari instrumen juga susah, pasar masih khawatir. Kita moderate saja, syukur kalau masih sama AUM-nya [dengan tahun lalu],” pungkas Soni.