Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar spot ditutup melemah pada perdagangan hari ini, Rabu (7/7/2021).
Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah ditutup melemah 0,09 persen atau 12,5 poin ke level Rp14.482,5 per dolar AS. Nilai tukar rupiah bergerak di rentang Rp14.482,5-Rp14.510 sepanjang hari ini, Rabu (7/7/2021).
Sejak awal tahun rupiah masih melemah terhadap dollar AS 3,08 persen. Adapun, indeks dolar AS hingga pukul 15.31 WIB tercatat menguat ke level 92,507.
Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi menuturkan dolar menguat terhadap mata uang lainnya menjelang rilis risalah rapat terbaru Federal Reserve AS.
Euro, sementara itu, jatuh ke level terendah hampir tiga bulan terhadap greenback karena data ekonomi Jerman mengecewakan dan meningkatkan kekhawatiran tentang pemulihan ekonomi negara itu dari Covid-19.
"Risalah dari pertemuan Fed Juni 2021, yang akan dirilis di kemudian hari, diharapkan memberikan beberapa petunjuk untuk kebijakan moneter bank sentral ke depan. Mereka juga bisa menjelaskan kejutan hawkish The Fed dalam keputusan kebijakan yang diturunkan setelah pertemuan itu," jelasnya, Rabu (7/7/2021).
Baca Juga
Lebih lanjut, indeks manajer pembelian (PMI) non-manufaktur Institute of Supply Management (ISM) AS yang dirilis pada hari Selasa berada di 60,1 untuk Juni, karena kekurangan tenaga kerja dan bahan baku kemungkinan berkontribusi pada angka yang lebih rendah dari perkiraan.
Di dalam negeri, pemerintah merevisi pertumbuhan ekonomi menjadi 3,7 persen sampai 4,5 persen sepanjang tahun ini. Angkanya turun dari proyeksi sebelumnya yang sebesar 4,5 persen-5,3 persen.
"Penetapan proyeksi ekonomi tersebut seiring Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Jawa-Bali," katanya.
Revisi pertumbuhan ekonomi tersebut mengacu pada pertumbuhan ekonomi di kuartal Pertama 2021 terkontraksi 0,7 persen dan Kuartal Kedua 2021 yang diprediksi sebsar 7-8 persen, namun Kuartal Ketiga 2021.
Para pengamat memprediksi kemungkinan pertumbuhan ekonomi 2021 akan di kisaran sempit yaitu 2- 3 persen. Ini mengacu pada pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua hanya 2-3 persen dan kuartal ketiga yang kemungkinan terkontraksi kembali di 0-2 persen.
Kuartal Ketiga benar-benar membuat konsumsi masyarakat dan Investasi terjadi stagnasi karena hanya Agustus yang bisa menopang laju pertumbuhan ekonomi.
"Walaupun tidak diberlakukan PPKM Mikro Darurat, pemerintah pasti akan merevisi pertumbuhan ekonom karena pertumbuhan ekonomi di Kuartal Kedua 2021 untuk mencapai angka fantastis 7--8 persen sepertinya sangat sulit," papar Ibrahim.