Bisnis.com, JAKARTA - Minyak membukukan kenaikan mingguan keenam berturut-turut, kenaikan terpanjang sejak Desember, setelah kebuntuan antara menteri OPEC+ mengenai produksi memperpanjang negosiasi hingga Senin depan (5/7/2021).
Minyak berjangka di New York naik 1,5 persen minggu ini. Pertemuan OPEC+ berakhir tanpa kesepakatan, dengan Uni Emirat Arab masih memblokir proposal untuk meningkatkan pasokan, kata para delegasi. Perselisihan yang sedang berlangsung membuka kemungkinan defisit pasokan di pasar minyak global selama paruh kedua tahun ini.
"Permintaan terus melampaui pasokan, bahkan jika Anda mendapatkan peningkatan bertahap, permintaan akan datang jauh lebih cepat, jauh lebih kuat daripada yang dapat meningkatkan output," kata Phil Streible, kepala strategi pasar di Blue Line Futures LLC di Chicago, dilansir oleh Bloomberg.
Minyak melonjak lebih dari 10 persen bulan lalu dengan musim mengemudi musim panas meningkatkan permintaan minyak mentah dan bensin AS. Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan aliansinya sejauh ini telah mengambil pendekatan bertahap untuk mengembalikan pasokan yang ditutup, dan seruan untuk lebih banyak produksi telah meningkat frekuensinya.
Konsumen minyak terbesar ketiga di dunia India telah meningkatkan kekhawatiran tentang tekanan harga dan negara tersebut memperkirakan konsumsi bahan bakar akan kembali ke tingkat sebelum pandemi pada akhir tahun ini.
Gedung Putih juga mengkhawatirkan harga bensin, tetapi yakin ada cukup kapasitas produksi minyak cadangan secara global, ungkap Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki pada hari Jumat kemarin (2/7/2021). Melonjaknya harga minyak mentah telah mendorong penyuling AS untuk mencari cara alternatif untuk memaksimalkan produksi bensin selama permintaan musiman puncak.
Baca Juga
"Harga dipompa untuk konsumen AS saat kita memasuki musim perjalanan liburan musim panas, kita berada di tengah-tengahnya sekarang. Ini adalah penghambat nyata," kata Direktur Riset Pasar Tradition Energy Gary Cunningham.