Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mandiri Sekuritas Pertahankan Target IHSG 6.850 pada 2021

Mandiri Sekuritas menargetkan IHSG di level 6.850 seiring dengan pemulihan ekonomi yang lebih kuat pada semester II/2021.
Pengunjung berada di dekat layar monitor perdagangan Indeks Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (27/7/2020). Bisnis/Abdurachman
Pengunjung berada di dekat layar monitor perdagangan Indeks Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (27/7/2020). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA - Mandiri Sekuritas mempertahankan target IHSG pada level 6.850 hingga akhir 2021. Optimisme itu ditopang dari harapan pemulihan ekonomi pada semester kedua tahun ini.

Mengutip data Bloomberg pada Selasa (29/6/2021), Indeks Harga Saham Gabungan tergelincir ke zona merah dengan pelemahan 0,06 persen menjadi 5.935 pada pukul 13.55 WIB. Sejak awal tahun, indeks melemah 0,77 persen.

Adrian Joezer, Head of Equity Research Mandiri Sekuritas, menjelaskan pelemahan indeks akhir-akhir ini akibat lonjakan kasus Covid-19 memang mengganggu kegiatan ekonomi, tetapi hanya untuk jangka pendek.

“Kami tetap optimistis di semester II/2021 pemulihan ekonomi akan lebih kuat. Target IHSG kami tetap 6.850 pada akhir tahun ini,” kata Joezer, Selasa (29/6/2021).

Target IHSG itu dipasang dengan pendekatan bottom-up yaitu pertumbuhan pendapatan emiten diperkirakan 50 persen pada 2021 dan 16 persen pada 2022.

Lebih lanjut, laju pemulihan ekonomi yang tak sama di masing-masing negara membuat kinerja pasar saham Indonesia dan sejumlah pasar negara berkembang (emerging market) lainnya bervariasi.

Pertumbuhan inflasi sejauh ini baru terlihat di negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa yang sudah lebih dulu menjalankan program vaksinasi.

Sementara itu, walaupun Indonesia termasuk negara dengan laju program vaksinasi tercepat ternyata belum mampu mendongkrak kinerja indeks-indeks saham karena kondisi di sektor riil yang belum terlalu bergeliat.

“Kecepatan vaksinasi yang tidak merata di negara maju telah berkontribusi pada pemulihan ekonomi yang tidak merata, tetapi itu juga akan diterjemahkan ke dalam pasokan vaksin yang lebih baik di pasar negara berkembang,” ujar Joezer.

Apabila herd immunity sudah tercipta di negara maju, lanjut Joezer, kelebihan pasokan vaksin kemungkinan akan digeser ke negara berkembang hingga akhirnya perekonomian global dapat dibuka kembali sepenuhnya.

Selain penanganan pandemi, waktu pengetatan (tapering) yang akan diambil Bank Sentral AS (Federal Reserve) juga. menjadi perhatian investor belakangan ini. Pasalnya, pemulihan ekonomi yang berkelanjutan di Negeri Paman Sam akan mendorong The Fed untuk menarik kebijakan akomodatifnya.

Kendati pengetatan menjadi suatu hal yang tak dapat dielakkan ketika perekonomian membaik, Joezer menilai tapering kali ini tidak akan disertai oleh tantrum seperti pada 2013 maupun 2008. Pasalnya, kondisi pasar modal Indonesia saat ini sangat berbeda dibandingkan periode tapering yang dilakukan The Fed sebelumnya.

Adapun, tapering biasanya mendorong aliran modal asing kembali ke negara maju dan meninggalkan negara berkembang.

Namun, dengan adanya reformasi struktural yang berjalan di Indonesia dan tingkat kepemilikan investor asing baik di pasar obligasi pemerintah maupun ekuitas relatif rendah dibandingkan dengan sejarah selama ini diperkirakan akan menahan dampak negatif dari tapering tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Nicken Tari
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper