Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jurus Astra (ASII) Genjot Ekspansi & Akuisisi Jaga Momentum Pertumbuhan

Astra International (ASII) menyiapkan sejumlah strategi baru, mulai dari akuisisi hingga strategic review, guna memperkuat portofolio bisnis ke depan.
Aerial foto gedung Menara Astra yang ada di Jalan Sudirman, Jakarta Pusat. Bisnis/Nurul Hidayat
Aerial foto gedung Menara Astra yang ada di Jalan Sudirman, Jakarta Pusat. Bisnis/Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA — PT Astra International Tbk. (ASII) menghadapi tekanan kinerja sepanjang semester I/2025. Laba bersih emiten konglomerasi itu terkoreksi tipis seiring penurunan penjualan otomotif dan melemahnya kontribusi divisi alat berat. Meski begitu, manajemen Astra tetap menyiapkan strategi baru, mulai dari akuisisi hingga strategic review, guna memperkuat portofolio bisnis ke depan.

Berdasarkan laporan keuangan, ASII membukukan laba bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp15,51 triliun pada semester I/2025, turun 2,15% secara tahunan (year on year/YoY) dibandingkan Rp15,85 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Presiden Direktur Astra International Djony Bunarto Tjondro mengakui adanya tekanan di sejumlah sektor bisnis sehingga kinerja laba terkoreksi.

Kontribusi terbesar berasal dari lini alat berat, pertambangan, konstruksi, dan energi melalui PT United Tractors Tbk. (UNTR). Namun, divisi ini membukukan laba bersih Rp5 triliun atau turun 15% YoY akibat pelemahan harga komoditas. Sementara itu, dari bisnis otomotif, laba juga tergerus 8% YoY menjadi Rp5,3 triliun seiring penurunan penjualan kendaraan.

Pelemahan penjualan terlihat jelas. Sepanjang semester I/2025, penjualan mobil Astra hanya mencapai 201.633 unit, anjlok 12,98% YoY dibandingkan 231.734 unit pada periode yang sama tahun lalu. Segmen low cost green car (LCGC) bahkan lebih terpukul dengan penurunan 25,86% YoY menjadi 49.797 unit.

Meski begitu, manajemen Astra tetap optimistis. “Untuk sisa 2025 kami berharap bisa bertahan. Kami optimistis dengan portofolio yang terdiversifikasi, sehingga bisa mencatatkan kinerja yang baik,” ujar Djony dalam public expose, Rabu (27/8/2025). Ia menambahkan, perbaikan ekonomi global yang diperkirakan terjadi pada 2026 diharapkan dapat memulihkan daya beli masyarakat dan pasar otomotif nasional.

Optimisme tersebut ditopang strategi jangka menengah-panjang yang terus dijalankan Astra. Djony menyebut akuisisi dan kajian strategis atas portofolio bisnis menjadi fokus utama guna menciptakan nilai lebih bagi pemegang saham. “Investasi di area baru juga diperlukan bagi Astra untuk tumbuh lebih jauh di masa mendatang,” katanya.

Strategic review yang tengah dilakukan diproyeksikan rampung pada semester I/2026. Hasilnya diharapkan memberi arah lebih jelas mengenai prioritas bisnis, alokasi modal, hingga imbal hasil bagi investor.

Sejalan dengan itu, Astra juga melanjutkan ekspansi melalui akuisisi, salah satunya dengan mencaplok PT Mega Manunggal Property Tbk. (MMLP) di sektor pergudangan.

Wakil Presiden Direktur ASII Rudy menambahkan, penguatan lini bisnis inti tetap menjadi prioritas. Saat ini, Grup Astra memiliki tujuh pilar utama, mulai dari otomotif, jasa keuangan, alat berat, pertambangan, energi, agribisnis, infrastruktur, teknologi informasi, hingga properti. “Kami akan balance fokus jangka pendek dan jangka panjang. Ada tiga area besar yang kami sasar, yakni infrastruktur, kesehatan, dan mineral,” ujarnya.

Dalam beberapa tahun terakhir, akuisisi yang dilakukan juga sejalan dengan fokus tersebut. Di mineral, UNTR mengakuisisi tambang emas dan nikel. Di kesehatan, Astra masuk ke PT Medikaloka Hermina Tbk. (HEAL) serta platform Halodoc. Di infrastruktur, ekspansi dilakukan melalui jalan tol, data center, hingga modern logistic warehouse, termasuk akuisisi 83,67% saham MMLP.

Sepanjang semester I/2025, Astra telah merealisasikan investasi senilai Rp3,3 triliun, terutama di sektor logistik dan kesehatan. Adapun belanja modal (capital expenditure/capex) mencapai Rp8,8 triliun yang digunakan untuk pembelian alat berat di UNTR, replanting di PT Astra Agro Lestari Tbk. (AALI), serta pengembangan fasilitas produksi dan cabang di bisnis otomotif.

Selain ekspansi, aksi korporasi juga mewarnai perjalanan Astra tahun ini. Pada Februari 2025, Astra meningkatkan kepemilikannya di Halodoc menjadi 31,34% dengan nilai transaksi Rp900 miliar. Lalu pada Juni, UNTR membeli 30,6% saham PT Supreme Energy Sriwijaya (SES) senilai Rp501 miliar, yang membuat kepemilikan efektif UNTR di PT Supreme Energy Rantau Dedap (SERD) naik menjadi 40,4%.

Di sisi pasar, langkah-langkah strategis ini mulai diapresiasi investor. Harga saham ASII tercatat naik 7,84% dalam sebulan terakhir ke Rp5.500 per saham pada Rabu (27/8/2025). Secara year to date, saham ASII menguat 11,11%, dengan net buy asing mencapai Rp1,68 triliun.

Menara Astra
Menara Astra

Ramalan Kinerja Astra (ASII)

Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan gerak saham ASII terdorong oleh demand tinggi seiring dengan ancang-ancang strategi baru. Astra memang sedang merancang strategic review dengan output dari review ini dieskpektasikan dapat diumumkan pada semester I/2026.

"Upaya strategic review dalam mendongkrak TSR [toral imbal hasil kepada pemegang saham/total shareholder return] mampu meningkatkan harga saham. Prospek emitennya juga positif," ujar Nafan kepada Bisnis pada Selasa (26/8/2025).

Menurutnya, ancang-ancang peningkatan TSR ASII menjadi upaya atau komitmen perseroan dalam rangka implementasi good corporate governance.

TSR sendiri merupakan ukuran kinerja keuangan yang diperoleh investor dari investasi sahamnya. Nilai TSR didapat dari apresiasi harga saham dan dividen.

JP Morgan dalam riset terbarunya juga memberikan pandangan positif bagi Astra. Tim Riset JP Morgan menjelaskan bahwa pengumuman strategic review Astra membawa potensi pada peningkatan TSR.

"Kami melihat Astra akan meningkatkan praktik alokasi modalnya yang pada akhirnya akan menghasilkan rasio pembayaran dividen yang lebih tinggi," tulis Tim Riset JP Morgan dikutip Bisnis pada Selasa (26/8/2025).

JP Morgan memproyeksikan rasio tebaran dividen atau dividend payout ratio ASII akan meningkat menjadi 65% pada 2026 dibandingkan 50% pada periode sebelumnya.

Astra juga diperkirakan akan menghasilkan arus kas atau free cash flow tahunan sebesar Rp25 triliun sampai Rp30 triliun pada 2025 sampai 2027, yang menyiratkan 86-95% dari laba bersih. Hal ini dinilai menjadi batas teoritis untuk pembayaran dividen Astra.

JP Morgan pun memberikan peringkat overweight bagi saham ASII dengan target harga di level Rp6.250 per lembar.

"Kami terus menilai Astra berdasarkan imbal hasil dividen karena kami yakin bahwa bisnis inti Astra adalah ex-growth, dan investor semakin memandang Astra dari perspektif imbal hasil," tulis Tim Riset JP Morgan.

Investment Analyst Lead Stockbit Edi Chandren juga sebelumnya menjelaskan bahwa dalam strategic review-nya Astra berencana untuk mempertimbangkan aspek kinerja saham agar menghasilkan imbal hasil atau return yang optimal bagi pemegang saham.

"Selama ini perseroan [ASII] cenderung fokus pada kinerja fundamental atau pertumbuhan bisnis dan pembagian dividen," tulis Edi dalam risetnya pada beberapa waktu lalu.

Dalam strategic review itu, ASII juga membeberkan mengenai strategi akuisisinya ke depan. Dia menjelaskan bahwa ke depannya, akusisi akan dilakukan dengan lebih mempertimbangkan keseimbangan antara kinerja bisnis jangka pendek dan jangka panjang, sehingga tidak hanya fokus pada prospek jangka panjang dari bisnis yang diakuisisi.

"Sektor-sektor yang menjadi incaran ASII masih sejalan dengan akuisisi-akuisisi yang dilakukan dalam beberapa tahun terakhir yakni infrastruktur, kesehatan, digital infrastructure, logistics and warehouse. Progres transisi UNTR [PT United Tractors Tbk.] juga merupakan salah satu fokus perseroan," tulis Edi.

Di tengah geliat mendongkrak TSR, mengacu data Bloomberg, konsensus analis terbaru menunjukan bahwa sebanyak 24 sekuritas menyematkan rekomendasi beli untuk ASII. Lalu, sembilan sekuritas menyematkan rekomendasi hold untuk ASII. Target harga saham ASII sendiri berada di level Rp5.585 per lembar dalam 12 bulan ke depan.

_______

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ibad Durrohman
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro