Bisnis.com, JAKARTA—Di tengah tren kenaikan dana kelolaan industri reksa dana, dana kelolaan reksa dana saham tercatat terus mengalami penurunan beberapa tahun terakhir. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dana kelolaan reksa dana produk reksa dana secara industri per 31 Maret 2021 ada di posisi Rp564,87 triliun.
Realisasi tersebut memang menurun tipis 1,34 persen dari jika dibandingkan posisi akhir 2020 lalu, yang mana AUM industri reksa dana tercatat menyentuh rekor tertinggi di level Rp573,54 triliun. Namun, secara tahunan posisi dana kelolaan reksa dana secara industri per akhir 2020 tumbuh 5,79 persen year on year (yoy), dibandingkan dengan akhir 2019 yang sebesar Rp542,17 triliun.
Jika ditarik lebih jauh, secara tahunan dana kelolaan reksa dana terpantau konsisten membukukan pertumbuhan. Sebagai gambaran, pada 2019 dana kelolaan industri naik sebesar 7,3 persen dan pada 2018 sebesar 10,5 persen.
Di tengah pertumbuhan tersebut, reksa dana dana saham tak mampu membukukan kinerja yang sejalan dengan industri. Tercatat, dana kelolaan reksa dana saham malah menyusut dari tahun ke tahun.
Per akhir Maret 2021 dana kelolaan reksa dana saham sebesar Rp123,71 triliun, susut dibanding posisi akhir 2020 lalu yang sebesar Rp127,79 triliun. Posisi dana kelolaan reksa dana saham akhir 2020 tersebut juga turun 8,17 persen dari posisi akhir tahun 2019 yang sebesar Rp139,15. Pun, posisi akhir 2019 anjlok 15,78 persen dibandingkan posisi akhir 2018 lalu yang mencapai Rp165,23 triliun.
Padahal, beberapa tahun sebelumnya dana kelolaan reksa dana saham masih membukukan pertumbuhan, seperti pada akhir 2018 yang tumbuh 20,05 persen dari posisi Rp137,63 triliun pada akhir 2017.
Baca Juga
Equity Fund Manager Avrist Asset Management (Avrist AM) Billy Nugraha mengatakan selama 3 tahun terakhir ahun terakhir memang pasar saham Indonesia mengalami masa-masa sideways yang cukup lebar.
“Terjadi pelemahan ekonomi global, trade war China—AS serta kalau dalam negeri terkait kasus beberapa asuransi dan manajer investasi yang terjerat kasus, dan tentu juga karena pandemi,” jelas Billy, Selasa (27/4/2021).
Menurutnya, risiko volatilitas yang semakin besar dengan potensi imbal hasil yang kecil mempengaruhi minat investor besar khususnya untuk melakukan penempatan agresif pada reksa dana saham.
“Ditambah kondisi dalam negeri terkait kasus-kasus kerugian investor institusi dalam penempatan di reksa dana saham menambah kehati-hatian investor. Tentu akan menyebabkan penurunan unit dan AUM,” kata Billy.
Senada, Direktur Utama Danareksa Investment Management Marsangap P Tamba mengamini memang dana kelolaan reksa dana saham mengalami penurunan cukup signifikan, khususnya pada 2020 lalu seiring dengan pandemi yang menekan kinerja IHSG.
“Tapi IHSG berhasil kembali pulih ke level 6.000 dan di sisi lain unit penyertaan reksa dana saham hanya mengalami sedikit penurunan yang menandakan minat investor terhadap reksa dana saham masih sama,” katanya.
Marsangap menilai investor saat ini cenderung wait and see dan beralih ke instrumen investasi yang memiliki risiko lebih rendah sembari menunggu progress pemulihan pertumbuhan ekonomi dan perkembangan vaksinasi untuk meredam penularan Covid-19.