Bisnis.com, JAKARTA — Reksa dana campuran sepi peminat selama beberapa tahun terakhir, terlihat dari pertumbuhan dana kelolaannya yang tak setinggi industri.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sepanjang periode 6 tahun terakhir atau dari 2015 hingga 2020, dana kelolaan reksa dana campuran hanya tumbuh 29,02 persen, dari Rp20,78 triliun di akhir 2015 menjadi Rp26,81 triliun di akhir 2020.
Sementara itu, dalam kurun waktu yang sama, dana kelolaan industri reksa dana melonjak lebih dari dua kali lipat, tepatnya tumbuh 110,33 persen, dari posisi Rp272,78 triliun di akhir 2015 menjadi Rp573,74 di akhir 2020.
Bahkan, di awal tahun ini dana kelolaan reksa dana campuran terpantau susut 4,07 persen, dari posisi Rp26,81 triliun per akhir tahun lalu menjadi Rp25,72 triliun di akhir kuartal I/2021.
Realisasi tersebut turun lebih dalam dari dana kelolaan industri yang susut 1,37 persen dalam periode yang sama, dari Rp573,74 triliun menjadi Rp568,87 triliun.
Head of Market Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan selama beberapa tahun terakhir memang tak ada pertumbuhan yang signifikan untuk reksa dana campuran, baik dari dana kelolaan maupun produk yang beredar.
Baca Juga
Menurutnya, ini berkaitan dengan karakteristik investor di Indonesia yang lebih menyukai produk-produk investasi minim risiko seperti reksa dana pasar uang yang memiliki karakteristik mirip deposito.
Terlihat dalam periode waktu yang sama, dana kelolaan reksa dana pasar uang uang mampu tumbuh 235,72 persen, dari posisi Rp28,19 triliun pada akhir 2015 menjadi Rp94,64 triliun di akhir 2020.
“Karena deposito turun terus, maka alternatif investasi yang kinerja lebih tinggi dan likuiditas terjamin adalah pasar uang. Di samping itu, investor baru reksadana umumnya lebih tertarik ke pasar uang,” tutur Wawan kepada Bisnis, Kamis (22/4/2021)
Di sisi lain, beberapa tahun belakangan kinerja reksa dana campuran juga dinilai tak sesuai dengan tujuan awal produk tersebut diciptakan.
Wawan menyebut objektif awal reksa dana campuran adalah memberikan imbal hasil yang lebih tinggi daripada reksa dana pendapatan tetap dan di saat yang sama memiliki risiko lebih rendah dari reksa dana saham.
“Menurut saya problem utama karena kinerja campuran itu di bawah pendapatan tetap yang beberapa tahun ini juara. Jadi secara kinerja tujuan awalnya sulit tercapai, dia banyak tertekan oleh kinerja saham,” pungkasnya.