Bisnis.com, JAKARTA — Kinerja reksa dana saham sepanjang tahun berjalan masih belum mampu mengungguli kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Sepanjang tahun berjalan hingga 23 April 2021, indeks harga saham gabungan (IHSG) masih mampu mencatatkan kinerja positif meski tipis, yakni 0,63 persen year to date.
Adapun, berdasarkan data Infovesta Utama, dalam periode yang sama kinerja reksa dana saham masih terpuruk yakni -3,63 persen.
Head of Market Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan pada dasarnya kinerja reksa dana saham sejalan dengan IHSG, tapi memang kinerjanya cukup berjarak karena jumlah aset dasarnya terbatas dibanding IHSG.
“Penekan IHSG ini kan rata-rata big caps yang banyak dilepas asing jadi reksa dana sangat terpengaruh karena isinya kebanyakan big caps. Sementara IHSG belakangan banyak tertahan saham menengah,” kata Wawan ketika dihubungi Bisnis, Senin (26/4/2021)
Sebagai gambaran, sepanjang tahun berjalan 2021 indeks LQ45 melemah 4,57 persen. Dari keseluruhan konstituen, sebanyak 35 saham terkoreksi, sedangkan 12 saham lainnya berhasil menguat. Indeks LQ45 mencerminkan pergerakan saham-saham besar dan likuid.
Di sisi lain, pelemahan kinerja reksa dana saham juga semakin tertekan seiring penurunan minat investor terhadap reksa dana jenis ini. Tercatat, dalam periode yang sama unit penyertaan reksa dana saham menyusut 1,92 persen.
Menurutnya, kemungkinan besar penurunan ini dikarenakan oleh aksi switching atau perpindahan aset dari reksa dana saham ke instrumen investasi lainnya dan aksi ambil untung alias profit taking.
“Profit taking ini terutama untuk yang masuk setelah April tahun lalu. Wajar kalau profit taking, dananya kemungkinan parkir ke pasar uang karena secara total tidak ada penurunan dana kelolaan,” jelasnya.
Di sisi lain, penambahan pembelian reksa dana saham juga diperkirakan tidak agresif. Wawan menilai penurunan minat investor terhadap reksa dana saham sebagai hal wajar seiring dengan kinerja reksa dana saham yang memang kurang bertenaga.
“Pasar juga masih volatil. Investor jadi tidak terlalu tertarik lagi, jadi takut untuk nambah [kepemilikan] reksa dana saham,” imbuhnya.
Wawan mengatakan kinerja reksa dana saham sangat bergantung kepada sentimen pasar. Adapun sentimen terkuat yang dapat menggerakan minat investor untuk kembali berinvestasi ke dalam jenis reksa dana saham adalah adanya pemulihan ekonomi baik secara lokal maupun global yang didorong oleh meredanya kasus Covid-19.
Sayangnya, saat ini kondisi Covid-19 masih belum mereda dan malah timbul gelombang lanjutan seperti yang terjadi di India sehingga kembali memicu kekhawatiran pelaku pasar dan menekan kinerja IHSG.
Dari dalam negeri, perkembangan pandemi yang masih belum sepenuhnya terkendali dan pembatasan mudik berpotensi menekan kinerja emiten, sehingga IHSG pun diperkirakan masih belum akan bergerak agresif.
Meskipun demikian, dia tetap menyebut ada potensi IHSG untuk rebound paling cepat setelah Idulfitri. Namun dengan catatan, kondisi pandemi serta proses vaksinasi sudah semakin membaik dibandingkan dengan saat ini.
“Jadi harapannya baru di Q3 dan Q4, kalau IHSG bisa bangkit, reksa dana saham juga psti mengikuti didorong big caps yang biasanya pulih lebih cepat,” pungkas Wawan.