Bisnis.com, JAKARTA – PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS) membukukan pendapatan sebesar US$2,88 miliar atau sekitar Rp42,07 triliun pada 2020 (kurs tengah rata-rata Jan-Des 2020 Rp 14.582/US$). Adapun perseroan mencatatkan rugi bersih sepanjang tahun.
Berdasarkan laporan keuangan, emiten berkode saham PGAS itu membukukan rugi tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada entitas induk sebesar US$260,15 juta atau Rp3,8 triliun (kurs Rp14.615) pada 2020.
Capaian itu berbanding terbalik dengan pencapaian 2019, di mana perseroan berhasil membukukan laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada entitas induk sebesar US$83,7 juta.
Direktur Keuangan PGN Arie Nobelta Kaban mengungkapkan bahwa tahun 2020 merupakan tahun penuh tantangan bagi PGN, karena ketidakpastian kondisi global dan nasional akibat pandemi Covid-19 yang sangat berdampak pada kinerja PGN selama tahun 2020.
Meskipun demikian, dalam tahun penuh tantangan, PGN tetap berhasil melaksanakan berbagai penugasan Pemerintah dengan tetap menjaga protokol kesehatan, mengedepankan komitmen HSE dan aspek safety.
Penugasan yang dilaksanakan PGN, antara lain yang tercantum dalam Kepmen ESDM Nomor 89K/2020 tentang Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk industri tertentu, Kepmen 91K/2020 tentang harga gas untuk pembangkit listrik, Kepmen 13/2019 tentang konversi pembangkit diesel PLN ke gas dan Kepmen 85/2020 tentang penugasan Jargas Rumah Tangga.
Komitmen tersebut dilaksanakan PGN dengan mengalirkan gas bumi untuk industri khusus sebesar 335,9 BBTUD dan 492,5 BBTUD untuk pelanggan non HGBT. Sedangkan untuk pelaksanaan quick win Kepmen 13, PGN Group telah berhasil menyelesaikan pembangunan infrastruktur pipa gas sepanjang 3,7 km untuk Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) Mobile Power Plant (MPP) Sorong. Untuk pembangkit listrik di Tanjung Selor dan Nias, PGN telah menyelesaikan kesepakatan bersama dengan PLN.
Baca Juga
Komitmen pelaksanaan penugasan Jargas Rumah Tangga di tahun 2020 juga telah dilaksanakan 100 persen dengan penyelasaian sambungan sebanyak 135.286 sambungan rumah tangga.
Dengan tambahan sambungan tersebut, saat ini total layanan PGN ke pelanggan rumah tangga menjadi sebanyak 460.516 sambungan yang mengalirkan volume sebesar 73 juta meter kubik.
Arie juga menyampaikan bahwa terkait kinerja keuangan 2020 yang mengalami kerugian, terutama disebabkan oleh faktor eksternal seperti sengketa pajak mengenai PPN pada periode tahun 2012 – 2013 yang diajukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui upaya hukum peninjauan kembali (PK) .
Sengketa ini telah terdapat putusan Mahkamah Agung pada Desember 2020 sebesar US$278,4 juta. Selain itu, juga terdapat penurunan (impairment) aset di sektor minyak dan gas sebesar US$78,9 juta.
Apabila tanpa kedua faktor yang di luar kendali Manajemen di atas, kinerja keuangan PGN masih mencatat laba bersih sebesar US$92,5 juta. Perolehan laba tersebut masih lebih tinggi dibandingkan dengan laba bersih yang diatribusikan kepada entitas induk sebesar US$67,5 juta pada 2019.
Dari total pendapatan, PGN mencatat Laba Operasi sebesar US$303,71 juta dan EBITDA sebesar US$696,85 juta.
Pencapaian tersebut diperoleh melalui upaya Manajemen dalam melakukan improvement dan program efisiensi di berbagai proses bisnis yang mampu menurunkan opex sebesar USD 180,4 juta (Rp 2,6 triliun), dibandingkan dengan tahun 2019.
Selain itu, Manajemen juga berhasil melakukan penurunan belanja modal, salah satunya pada pembangunan pipa minyak Rokan sebesar US$150 juta (Rp2,1 triliun).
Dari perhitungan rasio keuangan, posisi keuangan konsolidasian PGN per 31 Desember 2020, tetap menunjukkan posisi keuangan yang masih baik, dengan total aset sebesar US$7,53 miliar, yang didalamnya termasuk kas dan setara kas sebesar US$1,18 miliar.
Adapun, total liabilitas sebesar US$4,57 miliar, total ekuitas sebesar US$2,96 miliar serta rasio lancar (perbandingan aset lancar dengan liabilitas jangka pendek) sebesar 1,7 kali.
Untuk Rasio Debt Service (EBITDA/(Beban Bunga + Pokok Pinjaman)) sebesar 1,3 kali memperlihatkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi pembayaran bunga dan pokok pinjaman yang masih mencukupi.
Adapun Rasio Debt to Equity sebesar 51 : 49, menunjukkan komposisi capital perusahaan dari debt dan equity masih seimbang dan masih lebih rendah dibandingkan loan covenant 70 : 30 saat ini, sehingga cukup terbuka ruang pendanaan eksternal untuk pengembangan perusahaan.
"Manajemen telah melakukan berbagai upaya untuk menjaga kinerja Perusahaan, antara lain untuk sengketa pajak di Mahkamah Agung," ungkap Arie.