Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dolar AS Melemah Terseret Imbal Hasil Obligasi AS, Bitcoin Ikut Lesu

Indeks dolar AS, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, turun 0,31 persen menjadi 90,731 setelah sebelumnya mencapai tertinggi tiga minggu di 91,396. Bitcoin jatuh ke sesi terendah setelah Gary Gensler yang dicalonkan Presiden Joe Biden untuk memimpin Komisi Sekuritas dan Bursa AS.
Karyawan menunjukan Dolar AS di Jakarta, Rabu (27/1/2021). Nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat 15 poin atau 0,11 persen menjadi Rp14.050 per dolar AS. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan menunjukan Dolar AS di Jakarta, Rabu (27/1/2021). Nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat 15 poin atau 0,11 persen menjadi Rp14.050 per dolar AS. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Dolar AS merosot terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Selasa waktu Amerika Serikat (AS), di tengah redupnya kenaikan imbal hasil obligasi terhenti.

Di sisi lain, mata uang berisiko termasuk dolar Australia menguat karena saham-saham AS stabil. Kondisi ini mencerminkan meningkatnya sentimen risiko.

Greenback telah menjadi penerima manfaat dari volatilitas saham pekan lalu yang diguncang oleh lonjakan dramatis dalam imbal hasil surat utang pemerintah AS.

Obligasi pemerintah AS telah stabil minggu ini, dengan acuan imbal hasil bertahan di level tertinggi minggu lalu. Kondisi ini juga membantu memulihkan ketenangan pasar.

"Pada Selasa (2/3/2021), sebagian besar saham Wall Street mempertahankan kenaikan tajam. Kondisi ini membantu mata uang AS menahan pelemahan," ujar Direktur Pelaksana, Analisis Mata Uang Global di Action Economics Ronald Simpson.

Indeks dolar AS, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, turun 0,31 persen menjadi 90,731 setelah sebelumnya mencapai tertinggi tiga minggu di 91,396. Euro menguat 0,36 persen menjadi US$1,2092.

Kenaikan imbal hasil terjadi ketika para trader khawatir bahwa pemulihan ekonomi dari dampak pandemi Covid-19, dikombinasikan dengan stimulus fiskal, akan menyebabkan lonjakan inflasi dan kemungkinan pengetatan yang lebih cepat dari Federal Reserve.

Volatilitas juga mendorong greenback karena investor membatalkan posisi jual (short positions) dalam mata uang.

“Jika Anda melihat volatilitas, kecenderungan alami adalah menghindari risiko; dalam hal ini pada dasarnya berarti keluar dari posisi-posisi yang ada, dan posisi jual dolar sangat tinggi pada saat ini," kata Kepala Strategi Valas Amerika Utara di CIBC Capital Markets Bipan Rai di Toronto.

Posisi jual dolar AS mencapai US$29,33 miliar pada pekan yang berakhir 23 Februari 2021, menurut data dari Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas AS.

Mata uang berisiko termasuk dolar Australia terus rebound dari aksi jual minggu lalu. Dolar Australia menguat setelah bank sentralnya, Reserve Bank of Australia, berkomitmen kembali untuk mempertahankan suku bunga pada posisi terendah dalam sejarah.

Mata uang itu terakhir naik 0,77 persen menjadi US$0,7831, meskipun tetap di bawah tertinggi tiga tahun US$0,8007 yang dicapai pada Kamis (25/2/2021).

Karen Jones, seorang analis teknis di Commerzbank, mengatakan bahwa Australia dan mata uang berisiko lainnya termasuk krona Norwegia tampaknya berbalik dari puncak sementara, yang kemungkinan akan positif untuk dolar AS dalam waktu dekat.

"Tren penurunan dolar AS mungkin sudah berakhir untuk saat ini," kata Jones dalam sebuah laporan.

Sementara itu, mata uang safe-haven termasuk franc Swiss dan yen Jepang berakhir sedikit lebih kuat, membalikkan pelemahan sebelumnya.

Franc Swiss sebelumnya mencapai level terendah sejak November 2020 terhadap dolar di 0,9193 sedangkan yen merupakan yang terlemah sejak Agustus di 106,95.

Bitcoin jatuh ke sesi terendah setelah Gary Gensler, yang dicalonkan Presiden Joe Biden untuk memimpin Komisi Sekuritas dan Bursa AS, mengatakan bahwa mata uang kripto itu telah menimbulkan masalah baru perlindungan investor. Bitcoin terakhir turun 4,11 persen menjadi 47.609 dolar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper