Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Adu Kinerja OASA & TOBA di Tengah Fokus Pemerintah Garap Proyek Pengolahan Sampah

Saham OASA dan TOBA melonjak seiring fokus pemerintah pada proyek pengolahan sampah menjadi energi. Proyek ini didukung oleh Patriot Bond dan investasi strategis.
PT TBS Energi Utama Tbk. (TOBA) menggelar rapat umum pemegang saham dan luar biasa (RUPSLB) di Jakarta, Kamis (14/11/2024)./Bisnis-Abdullah Azzam
PT TBS Energi Utama Tbk. (TOBA) menggelar rapat umum pemegang saham dan luar biasa (RUPSLB) di Jakarta, Kamis (14/11/2024)./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA – Harga saham emiten yang tengah bergerak di pengolahan sampah menjadi energi listrik atau waste to energy (WTE) seperti OASA dan TOBA melejit signifikan sejak awal tahun. 

Fenomena ini sejalan dengan prioritas pemerintah untuk menekan jumlah sampah dan mengubahnya menjadi energi bersih. Program tersebut telah masuk menjadi daftar Program Strategis Nasional (PSN) pemerintahan Presiden Prabowo.

Sentimen positif juga datang dari wacana Sovereign Wealth Fund (SWF) Daya Anagata Nusantara (Dantara) Indonesia yang akan penerbitan obligasi dengan bunga rendah sebesar 2% atau Patriot Bond. 

Hasil penerbitan Patriot Bond salah satunya akan digunakan Danantara Indonesia untuk membiayai proyek WTE, atau solusi mengubah limbah menjadi energi seperti listrik, gas, ataupun panas di dalam negeri. 

Di sisi lain, pada perdagangan hari ini, Selasa (26/8/2025), saham PT Maharaksa Biru Energi Tbk. (OASA) ditutup menguat 24,27% ke Rp256 per saham, atau telah melesat 81,56% sejak awal tahun.

Penguatan tersebut seiring dengan aliran dana asing yang masuk. Tercatat dalam perdagangan hari ini net buy asing mencapai Rp3,46 miliar, mempertebal neraca pembelian asing menjadi Rp237 miliar sejak awal tahun.

Secara fundamental, pendapatan usaha neto perseroan dalam semester I/2025 terpangkas dari Rp39,93 miliar menjadi Rp24,50 miliar. Dari sisi pemberat, beban pokok pendapatan juga naik dari Rp19,63 miliar menjadi Rp20,88 miliar. Alhasil, laba kotor perusahaan susut cukup dalam, dari Rp20,29 miliar menjadi Rp3,62 miliar.

Penjualan yang susut tersebut disebabkan oleh segmen pendapatan dari jasa konsultasi dan penjualan barang yang tidak dilakukan perusahaan. Pada semester I/2024, masing-masing menyumbang Rp11,00 miliar dan Rp119,86 juta.

Kinerja top line yang kurang memuaskan itu membuat OASA menanggung rugi periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk atau rugi bersih Rp15,47 miliar, memburuk dibanding laba bersih Rp1,13 miliar pada semester I/2024.

Meskipun menorehkan kinerja fundamental negatif, manajemen masih optimis dengan prospek bisnis ke depan sejalan dengan prioritas pemerintah yang menyasar sektor WTE.

Pada Mei lalu, OASA melalui unit usahanya PT Indoplas Energi Hijau (IEH) bersama partner penyedia teknologi asal China, China Tianying Inc (CNTY) sepakat untuk membangun fasilitas pengolahan sampah menjadi energi listrik (PSEL) di Cipeucang, Kota Tangerang Selatan dengan nilai investasi Rp2,65 triliun.

PSEL ini ditargetkan mulai beroperasi 2028 dan beroperasi penuh pada 2029. Nantinya, PSEL Cipeucang akan menghasilkan listrik mencapai 23 megawatt (MW) yang dihasilkan dari hasil kelola sampah mencapai 1.100 ton.

Direktur Utama & CEO OASA Bobby Gafur Umar mengatakan saat ini pihaknya tengah menunggu keluarnya Peraturan Presiden (Perpres) terbaru tentang Program Strategis Nasional (PSN). 

Tahun ini, satu dari tujuh PSN yang tetapkan pemerintah adalah program pembangunan instalasi pengolah sampah menjadi energi listrik. Dalam Perpres terbaru itu, jumlah kota yang ditetapkan sebagai lokasi proyek bertambah dari 12 menjadi 33 kota.

"Ada beberapa skema yang akan berubah. Keterlibatan pemerintah pusat melalui Danantara selaku motor dari investasi di sektor waste to energy. Dan juga beberapa parameter yang diperbaiki, salah satunya meniadakan biaya layanan pengolahan sampah, dikompensasi menjadi kenaikan harga jual listrik," kata Bobby ditemui usai RUPST di Jakarta.

Bobby melihat arus investasi energi bersih secara global semakin seimbang dengan energi fosil, sehingga hal ini turut membawa iklim pendanaan yang lebih kondusif bagi proyek-proyek energi bersih di Indonesia.

Proyek WTE TOBA Topang Kinerja

Saham lainnya yang turut tertiup sentimen positif prioritas pemerintah adalah emiten PT TBS Energi Utama Tbk. (TOBA). Hari ini TOBA menguat 17,90% atau 205 poin ke Rp1.350, atau melejit 239,20% sejak awal tahun.

Net buy asing TOBA di perdagangan hari ini mencapai Rp224 miliar, atau Rp156 miliar secara year to date.

Dari sisi fundamental, perseroan menorehkan laba bruto semester I/2025 US$13,91 juta, mengecil dibanding laba bruto per Juni 2024 mencapai US$54,71 juta. Angka ini sejalan dengan pendapatan dari kontrak dengan pelanggan yang turun dari US$248,68 juta menjadi US$172,21 juta.

Penurunan ini utamanya disebabkan oleh menurunnya volume penjualan segmen pertambangan batu bara dari 1,7 juta ton menjadi 0,7 juta ton, serta turunnya harga jual rata-rata dari US$83 per ton menjadi US$52,9 per ton. 

Di sisi bottom line, TOBA juga menanggung rugi periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk atau rugi bersih sebesar US$115,61 juta, memburuk dibanding laba bersih US$26,49 juta di semester I/2024.

Sementara itu, pilar baru TOBA dalam bisnis pengelolaan sampah mulai menunjukkan kontribusi positif secara signifikan. Unit usaha ini membukukan pendapatan sebesar US$59,6 juta dengan EBITDA mencapai US$10 juta hingga akhir Juni 2025. Dengan demikian, margin EBITDA tercapai sebesar 17%.

Juli Oktarina, Direktur TOBA mengatakan capaian tersebut menjadi sinyal awal keberhasilan arah transformasi perusahaan dan memperkuat posisi sektor ini sebagai salah satu penggerak pertumbuhan berkelanjutan ke depan.

Apalagi, akuisisi Sembcorp Environment Pte. Ltd. pada bulan Maret dan Sembcorp Enviro

Facility Pte. Ltd. pada Mei 2025 lalu juga turut memperluas kapabilitas TOBA di sektor pengolahan limbah skala regional. 

“Kami melihat bisnis pengelolaan sampah sebagai elemen kunci dalam transformasi TBS ke depan. Selain memiliki potensi pertumbuhan yang kuat, sektor ini memberikan kontribusi nyata terhadap lingkungan dan kualitas hidup masyarakat. Dengan kapabilitas dan skala yang kami miliki saat ini, kami percaya bisnis ini akan menjadi salah satu motor penggerak utama pertumbuhan jangka panjang TBS,” ujar Juli.

Sebelumnya, Chief Investment Officer Danantara Pandu Sjahrir mengatakan setiap inisiatif pembiayaan diarahkan untuk mendukung transformasi ekonomi jangka panjang, serta memperkuat peran dunia usaha dalam pembangunan nasional. 

“Patriot Bond merupakan instrumen pembiayaan strategis yang lazim digunakan di berbagai negara, seperti Jepang dan Amerika Serikat, untuk memperkuat kemandirian pembiayaan nasional,” ujarnya dalam keterangan resmi. 

Melansir dokumen resmi yang dirilis Danantara, lembaga pengelola investasi ini turut menyinggung teknologi WTE dalam mengurai persoalan sampah di Indonesia.  Dokumen itu menyebutkan bahwa Indonesia tercatat memiliki 20,7 juta ton saham yang tidak terkelola pada 2024. Jika tidak ada perubahan signifikan, volume sampah diperkirakan melonjak hingga 82 juta ton per tahun pada 2045.

--

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro