Bisnis.com, JAKARTA - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat terdapat 17 perusahaan tercatat yang belum memenuhi ketentuan free float, atau jumlah saham beredar minimum sebesar 7,5 persen.
Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia I Gede Nyoman Yetna mengatakan bahwa masih terdapat sejumlah perusahaan tercatat yang belum memenuhi ketentuan saham yang dimiliki oleh pemegang saham bukan pengendali dan bukan pemegang saham utama paling sedikit 7,5 persen atau 50 juta saham dari jumlah saham modal disetor. Hal itu pun tertuang dalam ketentuan V.1 Peraturan Bursa Nomor I-A.
Berdasarkan pemantauan BEI per 31 Desember 2020, sebanyak 696 dari 716 atau sekitar 97 persen perusahaan tercatat telah memenuhi ketentuan minimum free float dan ketentuan minimum jumlah pemegang saham.
“Terdapat 3 persen atau 17 perusahaan tercatat yang belum memenuhi ketentuan tersebut, termasuk di dalamnya Perusahaan Tercatat yang sedang dalam proses Voluntary Delisting,” ujar Nyoman di Jakarta, Senin (1/3/2021).
Di sisi lain, Nyoman menyebutkan dari total tersebut hingga saat ini terdapat 9 perusahaan tercatat yang tengah dalam proses mematangkan rencana pemenuhan ketentuan yang tepat sesuai dengan kondisi masing-masing perusahaan tercatat.
Kendati demikian, Nyoman tidak menyebutkan secara detail nama perusahaan tercatat baik yang belum memenuhi ketentuan maupun yang tengah dalam proses memenuhi ketentuan.
Baca Juga
Adapun, otoritas mengaku senantiasa melakukan pembinaan untuk perusahaan tercatat yang belum memenuhi ketentuan free float, baik dalam bentuk permintaan penjelasan maupun dengar pendapat untuk mengetahui dan mendengar hambatan dan rencana setiap emiten untuk memenuhi ketentuan.
BEI juga terus melakukan sosialisasi berupa alternatif aksi korporasi yang dapat dilakukan oleh emiten yang dilanjutkan dengan pendampingan dan konsultasi teknis agar tindakan korporasi dapat dilakukan dengan lancar.
Namun, apabila perusahaan tercatat belum juga dapat memenuhi ketentuan hingga waktu yang ditetapkan, BEI akan mengenakan sanksi atas tidak terpenuhinya ketentuan tersebut dengan periode pemantauan setiap 3 bulanan.
Di sisi lain, dalam rangka mempertebal likuiditas pasar melalui peningkatan jumlah saham yang dimiliki publik, BEI secara intensif menjalin komunikasi dengan Direktorat Jenderal Pajak agar turut serta memberikan insentif.
Atas hal tersebut, Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2020 tentang Penurunan Tarif Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan Terbuka yang merupakan aturan pelaksanaan dari Perpu No. 1 Tahun 2020.
Aturan itu memberikan apresiasi berupa penurunan tarif pajak penghasilan sebesar 3 persen lebih rendah daripada tarif bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap biasa.
Untuk mendapatkan tarif tersebut, perusahaan terbuka wajib memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya wajib memiliki minimal 300 pemegang saham dan kepemilikan saham masing-masing tidak lebih dari 5 persen.
“Diharapkan hal tersebut dapat mendorong perusahaan tercatat untuk mempertahankan bahkan meningkatkan kepemilikan saham publik mereka,” papar Nyoman.