Bisnis.com, JAKARTA - Emiten BUMN PT Adhi Karya (Persero) Tbk. telah meraih kontrak baru senilai Rp6,2 triliun hingga akhir September 2020. Kontrak tersebut masih didominasi oleh lini bisnis konstruksi dan energi.
Sekretaris Perusahaan Adhi Karya Parwanto Noegroho menyampaikan bahwa perolehan kontrak baru hingga September senilai Rp6,2 triliun di luar pajak itu lebih tinggi 32 persen dibandingkan perolehan kontrak baru pada bulan sebelumnya Rp4,7 triliun.
“Sehingga nilai total Order Book sebesar Rp36,7 triliun,” kata Parwanto melalui keterangan resmi, Selasa (6/10/2020).
Adapun, realisasi perolehan kontrak baru emiten bersandi saham ADHI tersebut pada September 2020 terdiri dari pembangunan gedung Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) senilai Rp284,7 miliar dan pembangunan gedung Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung senilai Rp203,6 miliar.
Parwanto melanjutkan kontribusi per lini bisnis pada perolehan kontrak baru September 2020 meliputi lini bisnis konstruksi dan energi sebesar 89 persen, properti sebesar 10 persen, dan sisanya dari lini bisnis lain-lain.
Berdasarkan tipe pekerjaan, perolehan kontrak baru tersebut terdiri dari proyek gedung sebesar 37 persen, MRT sebesar 23 persen, serta jalan dan jembatan sebesar 20 persen.
Baca Juga
Sementara itu, sisanya 20 persen merupakan proyek infrastruktur lainnya seperti pembuatan bendungan, bandara, dan proyek-proyek EPC.
Sedangkan berdasarkan segmentasi kepemilikan, realisasi kontrak baru dari pemerintah tercatat sebesar 74 persen, BUMN sebesar 20 persen, dan swasta/lainnya sebesar 6 persen.
Sebelumnya, Direktur Keuangan Adhi Karya A.A.G. Agung Dharmawan mengakui untuk mendapatkan kontrak baru pada kondisi saat ini sangat menantang.
Namun, pihaknya tetap optimistis dapat memperoleh kontrak baru pada semester II/2020 pada kisaran Rp25 triliun hingga Rp27 triliun.
Berdasarkan laporan keuangan per Juni 2020, Adhi Karya mengantongi pendapatan Rp5,52 triliun pada semester I/2020. Realisasi itu tumbuh 1,86 persen dari Rp5,42 triliun periode yang sama tahun lalu.
Kendati demikian, beban pokok pendapatan perseroan naik 3,47 persen secara year on year (yoy) menjadi Rp4,73 triliun. Akibatnya, laba bruto yang dikantongi perseroan turun 6,75 persen ke posisi Rp795,94 miliar per 30 Juni 2020.