Bisnis.com, JAKARTA – Emiten tekstil dan garmen PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex mengklaim kinerja keuangan perseroan tetap stabil hingga saat ini. Tingkat utang pun cenderung aman.
Sebelumnya, lembaga pemeringkat internasional Moody's Investors Service mengubah prospek (outlook) perusahaan dari sebelumnya positif menjadi negatif dengan mempertahankan peringkat perusahaan tetap di Ba3.
Rating tersebut berlaku untuk utang anak usaha Sritex, Golden Legacy Pte Ltd senilai US$150 juta yang jatuh tempo pada tahun 2024 dan surat utang yang dijamin tanpa syarat dan tidak dapat dibatalkan senilai US$225 juta yang jatuh tempo pada tahun 2025.
Prospek negatif yang diberikan Moody’s sejalan dengan proyeksi bahwa konsumsi pakaian secara global akan menurun diakibatkan dampak pandemi virus corona yang kemudian dapat mengurangi pendapatan Sritex sementara kebutuhan modal kerja meningkat sampai 2020.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Perusahaan Sritex Welly Salam menjelaskan menekankan bahwa perseroan memiliki kondisi utang yang sehat hingga 31 Maret 2020 tercermin dari rasio utang berbunga dibanding jumlah aktiva yang tercatat stabil pada tingkat 55 persen.
Sritex juga berusaha sebaik mungkin untuk mempertahankan komposisi utang yang tepat pada instrumen pembiayaan jangka pendek dan jangka panjang dengan menekankan pentingnya menjaga likuiditas yang cukup untuk menutupi utang yang jatuh tempo.
Baca Juga
"Perseroan tidak memiliki utang signifikan yang akan jatuh tempo pada waktu dekat ini. Jatuh tempo utang signifikan yang terdekat adalah utang sindikasi yang akan jatuh tempo tahun 2022 yang mana utang itu sendiri memberikan opsi kepada perseroan untuk dapat diperpanjang kembali dengan tambahan waktu jatuh tempo pada tahun 2024,” jelas Welly, Selasa (7/7/2020).
Pada 2020, perseroan juga memiliki utang angka pendek dari fasilitas perbankan yang akan jatuh tempo sebesar US$68 juta. Namun, perjanjian utang tersebut bersifat dapat diperpanjang otomatis pada saat jatuh tempo sehingga perseroan akhirnya mengambil opsi perpanjangan tenor.
Terkait utang obligasi perseroan akan jatuh tempo tahun pada 2024 dan 2025, Sritex menilai profil utang jangka panjang tersebut memberikan fleksibilitas kepada perseroan untuk mengambil keputusan yang tepat dengan penuh kehati-hatian dalam mendukung kegiatan bisnisnya.
Welly juga mengakui bahwa total utang bunga perseroan mengalami kenaikan pada kuartal pertama tahun ini. Hal ini dinilai wajar dikarenakan perusahaan membutuhkan tambahan modal kerja untuk mendukung kegiatan bisnis perseroan yakni ketersediaan bahan baku yang cukup hingga 3 bulan ke depan.
“Perseroan juga aktif mengelola rasio utang dan struktur modal untuk menjaga fleksibilitas keuangan yang memungkinkan perseroan untuk merespon secara kompetitif dan cepat terhadap setiap perubahan kondisi ekonomi maupun peluang potensial yang ada di pasar,” tutup Welly.