Bisnis.com, JAKARTA — Ceruk bisnis di sektor energi baru terbarukan (EBT) terutama panas bumi atau geothermal tengah menjadi magnet bagi entitas usaha milik konglomerat di Tanah Air. Dua emiten milik orang terkaya di Indonesia, PT Dian Swastatika Sentosa Tbk. (DSSA) dan PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) tengah berlomba untuk menggarap proyek EBT berkapasitas jumbo.
Proyek panas bumi Grup Sinar Mas digarap melalui melalui anak usaha DSSA, PT DSSR Daya Mas Sakti. Anak usaha DSSA itu menggandeng PT FirstGen Geothermal Indonesia untuk membentuk joint venture (JV) yang akan digunakan sebagai ‘kendaraan’ untuk menggarap potensi panas bumi di Indonesia.
Untuk diketahui, PT FirstGen Geothermal Indonesia merupakan anak usaha dari Energy Development Corporation atau EDC, produsen energi terbarukan terbesar di Filipina sekaligus bagian dari First Gen Corporation.
Melalui JV atau perusahaan patungan ini, DSSR dan FirstGen akan mengembangkan serta mengelola sumber daya panas bumi dengan potensi kapasitas yang diperkirakan mencapai 440 megawatt. Lokasi proyek mencakup di enam wilayah strategis, yakni Jawa Barat, Flores, Jambi, Sumatra Barat, dan Sulawesi Tengah.
Presiden Direktur PT DSSR Daya Mas Sakti sekaligus Wakil Presiden Direktur DSSA, Lokita Prasetya, menuturkan pembentukan perusahaan patungan tersebut bukan sekadar investasi, tetapi juga upaya memperkuat transfer teknologi dari EDC.
“Tujuan kami adalah memperkuat kapasitas nasional dalam pengembangan panas bumi, sekaligus memaksimalkan potensi alam Indonesia untuk energi bersih,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (27/8/2025).
Francis Giles B. Puno, Wakil Ketua dan CEO EDC sekaligus Presiden & COO First Gen, menyampaikan bahwa pembentukan JV turut mencerminkan komitmen perusahaan dalam mempercepat transisi energi di Indonesia.
Menurutnya, dengan rekam jejak sebagai perusahaan panas bumi terintegrasi terbesar, EDC akan membawa pengalaman dalam eksplorasi dan pengelolaan panas bumi guna memperkuat kapasitas energi terbarukan Indonesia.
“Dengan menggabungkan kapabilitas global EDC dan kehadiran lokal DSSR yang kuat, perusahaan patungan ini tidak hanya akan mengembangkan proyek, tetapi juga membangun kapasitas serta mentransfer pengetahuan yang memberikan dampak jangka panjang bagi sektor energi terbarukan Indonesia,” kata Francis.
Adapun pembentukan perusahaan patungan ini juga disebut sejalan dengan strategi pemerintah untuk mempercepat transisi energi, memperluas pangsa energi terbarukan, serta mencapai target net zero emission pada 2060.
Ekspansi jumbo proyek EBT sudah lebih dulu digarap oleh entitas usaha milik konglomerat Prajogo Pangestu. Melalui PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN), Prajogo terus mengeksplorasi potensi bisnis green energy di Indonesia.
Pada Juli 2025, BREN baru saja meresmikan lima proyek di pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) milik anak usaha perseroan yaitu Star Energy Geothermal di Salak dan Wayang Windu, Jawa Barat.
Pertama, proyek Salak Binary, dengan total investasi sebesar US$45.5 juta, total kapasitas terpasang 16.6 MW yang telah COD pada Februari 2025. Kedua, proyek Wayang Windu Unit 3, dengan total investasi sebesar US$106.3 juta, total kapasitas 30 MW dengan proyeksi Commercial Operation Date (COD) pada Desember 2026.
Ketiga, proyek Salak Unit 7, dengan total investasi sebesar US$133 juta, total kapasitas 40 MW dengan proyeksi COD pada Desember 2026.
Keempat, proyek retrofitting Salak Unit 4, 5, dan 6, dengan total investasi US$23 juta, total kapasitas 7,2 MW dan proyeksi COD pada Agustus 2025.
Kelima, proyek retrofitting Wayang Windu Unit 1 dan 2, dengan total investasi US$57 juta, total kapasitas 18,4 MW dengan proyeksi COD pada Januari 2026.
Groundbreaking lima proyek tersebut juga diresmikan secara daring oleh Presiden RI Prabowo Subianto di acara peresmian pembangunan dan pengoperasional energi terbarukan pada 26 Juni 2025 yang dipusatkan di Kawah Ijen, Bondowoso, Jawa Timur.
Direktur Utama BREN Hendra Soetijpto Tan mengatakan peresmian dengan peletakan batu pertama atau groundbreaking itu menjadi penegasan kembali peran strategis BREN untuk mendukung transisi energi bersih nasional, terutama energi panas bumi di Indonesia.
Menurut Hendra, BREN berkomitmen menggelontorkan investasi senilai US$365 juta untuk menambah kapasitas pembangkit listrik sebesar 112 MW.
Seluruh proyek tersebut akan menggunakan teknologi terkini, a.l. binary cycle untuk Proyek Salak Binary yang memanfaatkan sisa panas (brine) menjadi energi listrik, 3D turbin blade design yang mampu menambah umur operasi sekaligus meningkatkan efisiensi dan kapasitas pembangkitan tanpa overhaul besar untuk Retrofit Projects.
Selanjutnya, compact power plant untuk penambahan kapasitas Proyek Salak Unit 7, single flash technology dengan efisiensi tinggi dan integrated control system untuk meningkatkan efisiensi penggunaan uap, serta efisiensi operasional pada penambahan kapasitas Proyek Wayang Windu Unit 3.
Dengan proyek tersebut, BREN pun memperkuat peran sebagai mitra strategis pemerintah mewujudkan target bauran energi terbarukan 23% pada 2025 dan mendorong percepatan pembangunan energi berbasis energi terbarukan yang berkelanjutan.
Di pasar saham, BREN dan DSSA tercatat sebagai emiten dengan kapitalisasi pasar jumbo. Hingga Rabu (27/8/2025), market cap BREN mencapai Rp1.311 triliun dan DSSA sebesar Rp732 triliun.