Bisnis.com, JAKARTA – Emiten tekstil dan garmen PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex mengklaim pertumbuhan jangka panjang yang stabil setelah melalui berbagai krisis sejak tahun 1998 membuat kinerja keuangan perseroan tetap stabil hingga saat ini.
Direktur Keuangan Sritex Allan Moran Saverino mengatakan hal ini tercermin dari kinerja keuangan kuartal I/2020 yang tetap stabil di tengah situasi pandemi Covid-19.
Dengan demikian, manajemen meyakini Sritex akan mengalami dampak lebih sedikit dibanding kompetitor dalam menghadapi situasi menantang periode awal tahun ini.
“Hal ini dikarenakan kami memiliki kekuatan pada bisnis model yang terintegrasi secara vertikal, dimana kami memproduksi benang sampai pakaian jadi sehingga bisnis kami akan lebih cepat menyesuaikan dengan kebutuhan pasar sesuai dengan situasi yang terjadi,” kata Allan dalam paparan publik perseroan, Selasa (7/7/2020).
Adapun, perseroan membukukan omzet sebesar US$316,61 juta, menurun tipis 0,07 persen secara tahunan pada triwulan pertama tahun ini yang berasal dari penjualan produk perseroan meliputi benang, kain mentah, kain jadi, pakaian jadi, masker dan alat pelindung diri (APD).
Di sisi lain, Sekretaris Perusahaan Sritex Welly Salam menjelaskan perseroan mengalami penurunan penjualan ekspor sebesar US$2 juta, dari total pendapatan US$189,14 pada kuartal I/2020.
Baca Juga
Menurutnya, hal ini dikarenakan adanya penundaan pengiriman akibat penguncian beberapa negara tujuan ekspor efek dari penyebaran Covid-19. Namun, hal ini dianggap sudah terselesaikan pada bulan berikutnya dan hingga saat ini perseroan mengklaim tidak ada pembatalan pesanan dari pelanggan luar negeri.
“Penurunan penjualan ekspor juga dapat dikompensasi oleh peningkatan penjualan domestik sehingga penjualan perseroan stabil,” ungkap Welly dalam kesempatan yang sama.
Di sisi lain, dia mengakui harga pokok penjualan (HPP) perseroan mengalami kenaikan yang berasal dari dua faktor yakni kenaikan harga bahan baku dan kenaikan biaya pabrik.
Selanjutnya, laba kotor perseroan tercatat US$59,03 juta, dengan margin laba kotor 18,95 persen. Realisasi laba kotor mengalami penurunan 8,9 persen secara tahunan yang terutama disebabkan oleh peningkatan biaya produksi terkait penanganan Covid-19 di perseroan termasuk pembagian masker kepada seluruh karyawan, obat, dan desinfektan.
“Walaupun laba kotor terkoreksi tipis, tetapi laba bersih perseroan bertumbuh [0,62 persen secara tahunan] menjadi US$28,22 juta yang berasal dari penurunan biaya bunga dibandingkan kuartal pertama tahun lalu,” sambung Allan.
Baginya, kemampuan perseroan mencetak kenaikan tipis pada pos laba bersih dianggap sebagai pencapaian perseroan dalam menjalankan strategi yang tepat dan cukup hati-hati.