Bisnis.com, JAKARTA – Penguatan indeks harga saham gabungan (IHSG) mengikuti reli Bursa Asia disebut mendapat topangan dari transaksi yang dilakukan oleh investor ritel. Adapun investor institusi tampaknya masih memasang posisi risk-off sambil mencermati perkembangan dampak Covid-19 terhadap kinerja emiten.
Pada akhir perdagangan Senin (8/6/2020), IHSG berhasil menembus level psikologis 5.000 dengan penguatan 2,48 persen ke level 5.070. Sejak awal tahun, indeks masih tertekan 19,51 persen.
Sebelumnya, IHSG sempat menyentuh level terendah 3.937 pada 24 Maret 2020 ketika kasus Covid-19 mulai terkonfirmasi di Indonesia.
Kim Kwie Sjamsudin, Kepala Divisi Equity Research BNI Sekuritas, menjelaskan penguatan IHSG dalam beberapa pekan terakhir lebih ditopang oleh transaksi investor ritel. Tak hanya di Indonesia, dirinya menyebut tren yang sama juga terjadi di beberapa negara lain.
“Investor institusi masih agak berhati-hati karena ketidakpastian [dampak Covid-19] terhadap penurunan laba pasar di kuartal II/2020 masih agak tinggi,” kata Kim kepada Bisnis, Senin (8/6/2020).
Adapun, Kim telah memangkas target IHSG hingga akhir tahun ini menjadi 5.300 dengan beberapa saham pilihan masih dari sektor defensif dari konsumer dan telekomunikasi a.l. TLKM, INDF, dan UNVR.
Baca Juga
Pada awal tahun atau ketika Covid-19 belum masuk dalam perhitungan, BNI Sekuritas sempat memasang target IHSG pada level 6.850.
Beberapa waktu belakangan ini, target IHSG pada level 5.300 pun sebenarnya dinilai terlalu optimistis. Dengan demikian, Kim belum merevisi target yang memiliki limited upside dari posisi IHSG saat ini tersebut.
Hariyanto Wijaya, Kepala Riset Mirae Asset Sekuritas Indonesia, menambahkan dampak Covid-19 telah terbukti menekan kinerja emiten pada periode tiga bulan pertama tahun ini.
Dari 30 emiten dalam indeks LQ45 yang telah merilis laporan keuangan kuartal I/2020, rata-rata laba perusahaan turun 1,2 persen secara year-on-year sementara pendapatan meningkat hanya 0,7 persen yoy.
Dirinya pun masih mempertahankan target IHSG pada level 5.180 untuk skenario base case, serta skenario optimistis dan pesimistis masing-masing pada level 5.830 dan 4.160. Target ini setelah direvisi dari target awal tahun pada level 7.140.
“Target IHSG saya dengan skenario base-case adalah 5.180,” kata Hariyanto saat dihubungi.
Hariyanto menambahkan bahwa rebound pasar saham telah terjadi sejak pertengahan Mei 2020 seiring dengan munculnya optimisme investor terhadap pemberlakuan kenormalan baru. Tak hanya investor domestik, investor asing pun mulai masuk ke pasar modal Tanah Air.
Adapun aktivitas manufaktur Indonesia yang terkontraksi selama tiga bulan berturut-turur pada Maret—Mei diharapkan kembali pulih ke mode ekspansi pada bulan ini.
“Dengan PSBB yang akan dicabut secepatnya, kami perkirakan aktivitas produksi akan kembali on track. Hal ini seharusnya dapat mendorong masuknya aliran modal asing [inflow] ke pasar saham Indonesia bulan ini,” jelas Hariyanto.