Bisnis.com, JAKARTA — Investor asing bakal kembali mengincar instrumen surat utang negara setelah sempat angkat kaki dari dalam negeri. Stabilnya nilai tukar rupiah, penurunan credit default swap, serta terbukanya ruang pemangkasan suku bunga acuan diyakini akan menjadi pemanis pasar obligasi Indonesia.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengumumkan pemerintah akan melelang tujuh seri surat utang negara (SUN) pada Selasa (2/6/2020) atau perdana setelah Lebaran 2020. SUN yang akan dilelang terdiri atas dua surat perbendarahaan negara (SPN) dan lima obligasi negara fixed rate (FR).
Pemerintah memasang target indikatif Rp20 triliun dalam lelang. Adapun, target maksimal yang dipasang senilai Rp40 triliun.
Berdasarkan catatan Bisnis, total penawaran yang masuk dalam lelang SUN terakhir senilai Rp73,74 triliun. Jumlah itu naik signifikan karena penawaran yang masuk hanya Rp44,39 triliun dalam lelang sebelumnya.
Selain naik signifikan, penawaran yang masuk dalam lelang SUN juga melampaui prediksi sejumlah pihak. Penawaran yang masuk diprediksi berada di kisaran Rp40 triliun hingga Rp60 triliun.
Economist PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Fikri C. Permana memperkirakan penawaran untuk lelang SUN akan lebih baik dibandingkan dengan periode Maret 2020—Mei 2020. Namun, jumlah yang masuk menurutnya masih lebih rendah dari dua bulan pertama tahun ini.
Baca Juga
“Semoga nilainya [penawaran yang masuk] menembus Rp80 triliun,” ujarnya kepada Bisnis, akhir pekan lalu.
Fikri memprediksi investor asing akan mulai masuk ke dalam negeri. Perkiraan itu menurutnya didorong oleh sejumlah faktor.
“Seiring dengan rupiah yang mulai stabil, credit default swap yang menurun, serta yield dan suku bunga negara emerging market yang mulai menurun karena didorong kemungkinan cut rate policy,” paparnya.
Selain itu, dia menyebut Bank Indonesia (BI) juga gencar berada di pasar primer. Langkah bank sentral diharapkan akan menambah likuiditas dan mendorong kemungkinan yield yang juga mengalami penurunan.
Seri SUN yang dilelang oleh pemerintah, Selasa (2/6/2020)
Seri | Jatuh Tempo | Tingkat Kupon |
SPN03200903 | 3 September 2020 | Diskonto |
SPN12210603 | 3 Juni 2021 | Diskonto |
FR0081 | 15 Juni 2025 | 6,50000% |
FR0082 | 15 September 2030 | 7,00000% |
FR0080 | 15 Juni 2035 | 7,50000% |
FR0083 | 15 April 2040 | 7,50000% |
FR0076 | 15 Mei 2048 | 7,37500% |
Sumber: Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu)
Dikutip melalui laman resmi www.worldgovernmentbonds.com Senin (1/6/2020), yield SUN Indonesia tenor 10 tahun berada di level 7,435 persen. Sementara itu, premi credit default swap bertenor 5 tahun di posisi 166,59.
Posisi yield SUN Indonesia tenor 10 tahun terus mengalami penurunan dalam sebulan terakhir. Tercatat, yield atau imbal hasil SUN Indonesia tenor 10 tahun masih berada di level 8,016 persen satu bulan lalu.
Sebagai catatan, pergerakan harga obligasi dan yield obligasi saling bertolak belakang. Kenaikan harga obligasi akan membuat posisi yield mengalami penurunan sementara penurunan akan menekan tingkat imbal hasil.
Secara terpisah, Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia Ramdhan Ario Maruto memprediksi penawaran yang masuk dalam lelang SUN akan lebih dari Rp50 triliun. Menurutnya, investor asing sudah mulai bergerak ke pasar obligasi dalam negeri.
“Investor asing sudah mulai masuk ke pasar kita walau belum jor-joran. Peran investor domestik dan BI sendiri masih cukup tinggi,” tuturnya.
Ramdhan meyakini penguatan yield secara bertahap akan lebih terbuka. Hal itu seiring mulai bergeraknya perekonomian dalam negeri dengan pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan penerapan kondisi normal baru.
Dia memperkirakan yield SUN Indonesia tenor 10 tahun akan terbuku untuk menuju level 7,10 persen hingga 7,20 persen. Investor asing menurutnya menilai imbal hasil obligasi Indonesia menarik.
“Kalau lelang yang masuk cukup tinggi misal di atas Rp70 triliun seperti sebelumnya hal ini akan lebih mendorong untuk penguatan yield di pasar sekunder,” imbuhnya.
Ramdhan menambahkan seri benchmark dengan tenor 10 tahun atau FR0082 masih menjadi incaran investor. Menurutnya, seri itu paling likuid di pasar serta lebih mudah dibandingkan dengan US Trasury.
Penawaran Masuk dalam Lelang
Periode Lelang SUN | Jumlah Penarawan Masuk (Rp Triliun) |
7 Januari 2020 | 81,54 |
21 Januari 2020 | 94,97 |
4 Februari 2020 | 96,90 |
18 Februari 2020 | 127,11 |
3 Maret 2020 | 78,41 |
17 Maret 2020 | 51,30 |
31 Maret 2020 | 33,51 |
14 April 2020 | 27,65 |
28 April 2020 | 44,39 |
12 Mei 2020 | 73,74 |
Sumber: Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan
YIELD TINGGI
Di lain pihak, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Sekuritas Maximilianus Nico Demus memprediksi pelaku pasar dan investor masih akan meminta imbal hasil yang lebih tinggi. Pasalnya, yield SUN Indonesia tenor 10 tahun masih berada di posisi yang cukup rendah.
Kondisi itu, lanjut dia, akan membuat penyerapan oleh pemerintah menjadi lebih rendah. Kondisi itu lantaran yield yang diminta pasar mengalami kenaikan seiring dengan meningkatnya risiko.
“Asing mungkin masih akan cenderung wait and see meskipun ada porsi untuk masuk,” jelasnya.
Berdasarkan data Bloomberg, porsi kepemilikan asing di obligasi pemerintah naik tipis sejak pertengahan Mei 2020. Tercatat, persentase naik dari 30,3 persen menjadi 30,5 persen pada, Rabu (27/5/2020).
Nico menyebut investor masih akan fokus kepada obligasi jangka pendek. Langkah itu menurutnya untuk meredam volatilitas yang semakin tinggi.
“Obligasi jangka pendek dengan tenor 5 tahun dan 10 tahun mungkin akan mencuri perhatian,” imbuhnya.