Bisnis.com, JAKARTA - Dampak ekonomi dari Covid-19 juga dirasakan oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Bahkan, perseroan hanya mengoperasikan 1-3 pabrik dari 10 pabrik yang ada.
Direktur & Corporate Secretary Indocement Tunggal Prakarsa menyampaikan Covid-19 berdampak terhadap penghentian operasional sebagian pabrik perseroan dan unit operasional entitas anak. Pasalnya, ada penurunan permintaan sebagai dampak penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
"Perkiraan pembatasan operasional sekitar 1-3 bulan, dan selanjutnya disesuaikan dengan perkembangan pasar secara umum," paparnya dalam keterbukaan informasi, Selasa (26/5/2020).
Saat ini, sambung Marcus, perseroan hanya menjalankan 1-3 pabrik dari 10 pabrik yang ada di Citeureup. Namun, kontribusi pendapatan dari pembatasan operasional di bawah 25 persen dari total pendapatan 2019.
Perusahaan juga tidak mengurangi jumlah karyawan atau PHK. Pengurangan terjadi secara normal karena pensiun atau pengunduran diri. Adapun, dewan komisaris, direksi, dan staf secara sukarela melakukan pemotongan gaji secara berjenjang.
Perseroan pun memprediksi total pendapatan secara konsolidasi pada kuartal I/2020 dapat berkurang kurang dari 25 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Baca Juga
Sebelumnya, perseroan memotong alokasi belanja modal pada tahun ini dari Rp1,4 triliun menjadi Rp1,1 triliun. Langkah ini didasari oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi yang akibat penyebaran Covid-19.
Direktur dan Sekretaris Perusahaan Oey Marcos mengatakan bahwa meski alokasi berkurang, perseroan akan tetap melakukan menjalankan proyek-proyek investasi sesuai rencana. Namun, pelaksanaannya sebagian ditunda ke tahun depan.
“Tertundanya dalam pengertian pelaksanaan diundur, jadi hampir sebagian besar proyek tetap jalan, tapi tidak selesai di tahun ini, akan dilanjutkan ke tahun depan,” katanya kepada Bisnis, Kamis (14/5/2020).
Berdasarkan rencana semula, alokasi Rp1,4 triliun akan digunakan untuk pembangunan jaringan PLN di pabrik Kalimantan dan pembangunan fasilitas penerimaan RDF di pabrik Citeureup. Selain itu, dana ini akan digunakan untuk penyelesaian proyek tambang aggregate di Cariu, Bogor.
Marcos menjelaskan pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak terhadap alokasi belanja modal. Mewabahnya penyakit dari virus corona jenis baru ini juga memaksa perseroan merevisi target penjualan pada tahun ini.
Mulanya emiten berkode saham INTP ini menargetkan pertumbuhan di kisaran 3—4 persen, sesuai dengan proyeksi asosiasi semen indonesia (ASI). Namun, kini perseroan memperkirakan penjualan akan mengalami penurunan.
“Seiring dengan penurunan pertumbuhan semen industri akibat covid ini, mau tidak mau kamipun merevisi target pertumbuhan kami tahun ini di kisaran minus 5 persen—7 persen,” katanya.
Penurunan juga sudah terjadi pada kuartal I/2020. Penjualan produsen merek semen Tiga Roda ini terkoreksi sekitar 6 persen menjadi 3,9 juta ton. Penjualan lebih banyak terganggu akibat cuaca buruk dan banjir pada awal tahun.
Kala itu, Covid-19 belum terlalu memberi dampak terhadap penjualan. Marcos memperkirakan dampak pandemi itu akan mulai terasa pada kuartal I/2020.
Meski belum menyampaikan angka penjualan pada April, data dari ASI dapat menjadi gambaran. Penjualan total semen di pasar domestik pada april mencapai 4,81 juta ton, turun 6,28 persen. Adapun, penjualan di pasar luar negeri turun 10,69 persen menjadi 685.493 ton.
Secara total penjualan industri semen pada April mencapai 5,47 juta ton, turun 6,81 persen terhadap periode yang sama tahun lalu. Dengan kondisi ini, total penjualan industri semen secara tahun berjalan mencapai 22,56 juta ton, turun 5,22 persen.
Guna mengantisipasi dampak yang lebih berat dari penurunan penjualan, perseroan terus melakukan efisiensi di biaya operasional yang bersifat tetap. Selain itu, perseroan juga lebih berfokus pada pangsa pasar utama di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Perseroan juga melakukan optimalisasi volume pengiriman di terminal semen.
Kendati begitu, Marcos tetap optimistis kinerja penjualan dapat membaik pada paruh kedua tahun ini. Hal ini, menurutnya, akan terjadi apabila pemerintah merealisasikan rencana pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) mulai semester II/2020.