Bisnis.com, JAKARTA – Peraturan Pemerintah No.23 Tahun 2020 menjadi titik terang bagi penyelesaian berbagai masalah korporasi pelat merah yang terdampak cukup keras oleh kehadiran pandemi Covid-19.
Beleid yang dikeluarkan pada 11 Mei 2020 itu memuat aturan pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Program PEN dilaksanakan melalui penyertaan modal negara (PMN), kompensasi, dan dana talangan untuk modal kerja dengan nilai mencapai Rp155,60 triliun.
Dalam beleid tersebut, PMN dapat diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau melalui BUMN yang ditunjuk oleh pemerintah. PMN diberikan dalam rangka memperbaiki struktur permodalan BUMN hingga anak perusahaan yang terdampak oleh COVID-19.
Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia Toto Pranoto menyatakan bahwa beleid tersebut menjadi langkah terobosan tepat yang dilakukan oleh pemerintah. Menurutnya, hal ini dapat membantu BUMN strategis untuk menjaga keberlangsungan ekonomi di tengah pandemi.
“Dengan langkah ini, BUMN strategis seperti PLN dan Hutama Karya, dan BUMN enabler sebagai penggerak ekonomi masyarakat bawah di bidang penjaminan dan pembiayaan dapat terus bergerak menumbuhkan perekonomian sekaligus melayani kebutuhan hajat hidup publik,” jelasnya kepada Bisnis.com, Selasa (12/5/2020).
Meski begitu dia mengatakan bahwa beleid ini tidak akan sempurna tanpa pelaksanaan dan pengasawasan ketat dalam eksekusinya. Pemerintah, lanjutnya, perlu memastikan langkah ini dilakukan secara tepat guna dan tepat sasaran.
Baca Juga
Sementara itu, SVP Research PT Kanaka Hita Solvera Janson Nasrial berpendapat, pemerintah memang sudah sepatutnya menaruh perhatian lebih pada BUMN di sektor penerbangan dan sektor konstruksi yang terdampak cukup parah oleh pandemi Covid-19.
Sektor konstruksi akan mengalami gangguan likuiditas karena perubahan anggaran pendapatan dan belanja pemerintah (APBN) yang akan berdampak pada rencana pembangunan infrastruktur. Sementara itu, sektor penerbangan menghadapi penurunan permintaan secara drastis.
Opsi bantuan lewat penyertaan modal dinilai menjadi langkah tepat dibandingkan mendorong BUMN ini untuk kembali menarik utang baru. Pasalnya, neraca keuangan BUMN di dua sektor ini dinilai tidak sekuat sektor lainnya, seperti pertambangan dan perbankan.
“Di sisi lain, BUMN di sektor konstruksi dan penerabangan, neraca keuangannya tidak sekuat BUMN di sektor perbankan atau pertambangan. Kalau nambah lagi surat utang, BUMN Karya dan airlines bisa saja, tapi perlu ditakar,” katanya kepada Bisnis, Selasa (12/5/2020).
Menurutnya, langkah lain yang lebih sesuai untuk kedua BUMN di sektor tersebut adalah melakukan penerbitan saham baru atau rights issue. Langkah ini dinilai akan lebih efisien dibandingkan harus menerbitkan utang baru.
Berdasarkan paparan Kementerian Keuangan bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, pemerintah akan mengucurkan PMN senilai Rp25,27 triliun kepada BUMN terdampak ataupun BUMN yang mendapat penugasan khusus.
PMN di antaranya akan diberikan kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN senilai Rp Rp5 triliun, kepada PT Hutama Karya (Persero) senilai Rp11 triliun, PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia sebesar RP6,27 triliun, PT Permodalan Nasional Madai (Persero) senilai Rp2,5 triliun, dan PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) alias ITDC sebesar Rp500 miliar.
Pemerintah juga akan mengucurkan dana percepatan pembayaran kompensasi dan penugasan senilai Rp94,23 triliun. Alokasinya akan diberikan kepada kepada Pertamina sebesar Rp48,25 triliun, PLN sebesar Rp45,42 triliun, dan Bulog sebesar Rp560 miliar.
Adapun, dana talangan untuk modal kerja mencapai Rp32,65 triliun. Dana ini di antaranya akan disalurkan kepada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. senilai Rp8,5 triliun, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. senilai Rp3 triliun, dan PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebesar Rp3,5 triliun.
Pemerintah juga akan melakukan penempatan dana di perbankan dalam rangka restrukturisasi dan atau pemberian tambahan kredit modal kerja senilai Rp35 triliun. Salah satu BUMN yang akan menerima pendanaan dari skema ini adalah Krakatau Steel.
Sementara itu, Garuda Indonesia yang memang tengah dirundung masalah utang akan mendapatkan dana talangan modal kerja lewat investasi non-pemerintah pada SMV Kementerian Keuangan. Skema pendanaan serupa akan diterima oleh KAI dan Perum Perumnas (Persero).
Skema pendanaan ini sekaligus menjelaskan rencana pemerintah yang disampaikan oleh Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo untuk menggelontorkan US$1 miliar guna menyelamatkan maskapai pelat merah itu.
Tiko, sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa dana itu akan terbagi lewat dua skema. Pertama, upaya perpanjangan masa jatuh tempo dan pembayaran secara bertahap sukuk global senilai US$500 juta yang akan jatuh tempo pada 3 Juni 2020.
Kedua, penarikan pinjaman baru senilai US$500 juta. Meski tidak menjelaskan lebih detail terkait rencana ini, Tiko menyatakan bahwa pemerintah tidak akan melakukan tambahan PMN kepada emiten berkode saham GIAA tersebut.
“Garuda tetap merupakan sebuah perusahaan dengan prospek yang cerah. Bisnis Garuda akan tetap kuat setelah pandemi ini berlalu,” katanya dikutip dari Bloomberg, Senin (11/5/2020).
Dengan perhitungan kurs Rp14.804 per dolar AS, maka pinjaman modal kerja dari pemerintah senilai Rp8,5 triliun setara dengan sekitar US$547,16 juta. Pinjaman ini akan menggenapkan sokongan dana kepada Garuda Indonesia menjadi US$1 miliar.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra sebelumnya menyampaikan pihaknya masih menggodok sejumlah opsi untuk menyelesaikan berbagai kewajiban dan menjaga kelangsungan usaha. Hingga kemarin, dia menyatakan belum ada kesepakatan yang tercapai di antara Garuda dan berbagai pihak yang terlibat.
“Masih digodok, belum final. Sabar ya, nanti kalau sudah selesai pasti akan dikabarkan,” katanya kepada Bisnis, Senin (11/5/2020).
Garuda Indonesia tercatat memiliki liabilitas jangka pendek yang cukup besar per akhir 2019, yakni US$3,25 miliar. Kewajiban jangka pendek itu mendominasi total liabilitas perseroan yang mencapai US$3,73 miliar.
Dari jumlah tersebut, US$984,85 juta di antaranya merupakan pinjaman bank. Pinjaman ini terdiri dari pinjaman bank terafiliasi sebanyak US$540,09 juta dan US$444,75 juta kepada bank pihak ketiga. Selain itu, ada pula sukuk global yang saldonya per akhir 2019 tercatat sebesar US$498,99 juta.
Dengan proyeksi kinerja yang akan tersungkur akibat pandemi Covid-19, perseroan kini menggenjot bisnis bisnis kargo dan peluang penerbangan dari dan ke luar negeri. Hal ini diringi dengan upaya lainnya seperti negosiasi kontrak dengan lessor atau jasa penyewaan pesawat serta melakukan pemotongan upah karyawan di semua level.
Di luar berbagai skema PEN itu, pemerintah memberikan dukungan lainnya senilai Rp26,1 triliun, yang di antaranya terdiri dari penundaan pembayaran dividen, penjaminan pemerintah, loss limit penjaminan, serta pembayaran talangan tanah proyek strategis nasional (PSN).
Pembayaran talangan tanah PSN memiliki porsi paling besar yakni Rp12,2 triliun. Dana ini akan dibayarkan kepada Hutama Karya sebesar Rp2,3 triliun, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (Rp1,2 triliun), PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (Rp3,4 triliun), dan PT Jasa Marga (Persero) Tbk. (Rp5,3 triliun).