Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Asosiasi Perdagangan Berjangka Komoditi Indonesia (Aspebtindo) F Wishnubroto mengatakan bahwa Kementerian Keuangan masih bimbang untuk menerapkan besaran pengenaan pajak penghasilan (PPh) final terhadap transaksi derivatif di perdagangan berjangka komoditi (PBK)
“Kami masih bahas terus. Kementerian Keuangan setuju terhadap penerapan PPh final untuk bursa komoditas, tetapi mereka masih perlu pertimbangkan biaya untuk memungutnya dan tengah dijadwalkan kembali pertemuan selanjutnya,” ujar Wishnu kepada Bisnis, Rabu (29/1/2020).
Wishnu yang juga ditunjuk sebagai ketua tim satgas pembahasan PPh final industri PBK, mengaku untuk ketentuan terhadap transaksi multilateral sebagian besar sudah disetujui oleh Kementerian Keuangan, hanya saja untuk ketentuan transaksi bilateral masih dalam kajian yang cukup alot.
Dia menilai yang membuat aturan ketentuan PPh final adalah pemahaman dan persamaan persepsi Kementerian Keuangan terhadap industri PBK
Seperti yang diketahui, transaksi dalam PBK tidak seperti bursa saham yang hanya dapat memilih posisi jual jika sudah berada dalam posisi beli sebelumnya, sedangkan dalam transaksi PBK investor bisa melakukan transaksi di dua posisi jual dan beli.
Sebagai informasi, sejak Desember 2014 para pemangku kepentingan masih membahas ketentuan PPh final atas transaksi derivatif dengan Kementerian Keuangan agar diterapkannya PPh final dengan tarif yang lebih rendah.
Kurang Kompetitif
Pada peraturan sebelumnya pengenaan PPh final terhadap transaksi derivatif sebesar 2,5 persen terhadap initial margin. Angka ini lebih besar dari tarif pemungutan PPh final di Bursa Efek Indonesia (BEI) senilai 0,1 persen.
Besaran tersebut pun dinilai kurang kompetitif sehingga membuat transaksi perdagangan berjangka komoditi menjadi lebih sedikit peminatnya. Oleh karena itu, pelaku usaha mengusulkan tarif PPh transaksi derivatif sama dengan transaksi di bursa saham.
Direktur Bursa Berjangka Jakarta Stephanus Paulus Lumintang mengatakan bahwa pihaknya telah mengusulkan adanya penerapan PPh final dengan tarif sebesar 0,1 persen sama seperti yang diterapkan untuk bursa saham.
Selain besaran nilai pajak, perbedaan antara regulasi PPh final baru yang diajukan adalah mengenai kondisi pengenaan. Jika sebelumnya pengenaan PPh terhadap initial margin, sehingga investor akan tetap dikenakan pajak meskipun berada dalam posisi terbuka dan belum mengetahui potensi untung atau rugi.
Dalam usulan terbaru, dasar pengenaan pajak adalah 1 persen dari nilai transaksi atau national value yaitu 0,5 persen untuk posisi beli dan 0,5 persen untuk posisi jual, dan jika melakukan likuidasi keuntungan baru akan dikenakan tarif PPh 0,1 persen.