Bisnis.com, JAKARTA – PT Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) sebagai mitra bursa pasar fisik komoditi mineral timah masih menganalisa mengenai dampak larangan ekspor timah yang sedang digodok pemerintah.
BJJ sendiri telah mencatatkan volume ekspor sampai dengan September 2022 mencapai 35.595 ton timah atau setara 7.119 lot.
Stehpanus Paulus Lumintang, Direktur utama PT Bursa Berjangka Jakarta, mengatakan pihaknya membutuhkan waktu untuk berdiskusi dan menganalisa situasi sebelum menyampaikan pendapat.
“Saya sih belum berani berkomentar untuk itu ya karena kami hanya menyediakan ini mungkin lebih tepatnya ke para pelaku eksportir dan importir,” kata Paulus menjawab pertanyaan Bisnis, di Cyber 2 Tower, Kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (7/10/2022).
Mengenai pelarangan ekspor mineral timah telah disampaikan Jokowi pada September lalu. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan terkait rencana larangan ekspor yang disampaikan Jokowi masih dalam tahap evaluasi sebelum benar-benar dijalankan pada tahun mendatang.
Sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bangka Belitung merilis data ekspor timah pada Agustus 2022 meroket sebesar 72,70 persen mencapai nilai USD144,03 dibandingkan bulan sebelumnya. Secara keseluruhan sepanjang tahun kenaikan volume ekspor mencapai 87,45 persen.
Baca Juga
Disisi lain, Ekonom Josua Pardede mengatakan jika rencana kebijakan yang akan diambil pemerintah ini akan berdampak positif dalam mendorong sustainability dari aktivitas ekspor timah.
“Mendorong peningkatan nilai tambah dari ekspor komoditas kita sendiri karena kalau kita selalu bergantung pada komoditas mentah nilai tambahnya masih kecil, tapi kalau kita bisa meningkatkan ingatan Itu ya dari biji timah bisa menjadi produk dengan nilai tambah lebih besar,” kata Josua kepada bisnis, Jumat (7/10/2022)
Bahan mentah yang sebelumnya telah dilarang ekspornya adalah bijih nikel. Sebelum ekspor nikel mentah dihentikan, pendapatan ekspor nikel mentah setiap tahun hanya USD 1,1 miliar atau sekitar Rp 15 triliun per tahun. Namun, setelah ekspor nikel mentah dihentikan, pendapatan dari ekspor komoditas tersebut melonjak menjadi USD 20,9 miliar setara Rp 360 triliun.