Bisnis.com, JAKARTA – Tahun 2019 terbukti menjadi tahun penuh hoki bagi bursa Wall Street Amerika Serikat (AS). Ketiga indeks saham utamanya berulang kali mencetak rekor baru dan membukukan kenaikan gila-gilaan sepanjang tahun berjalan.
Berdasarkan data Bloomberg, pergerakan indeks S&P 500 melonjak 27,35 persen year-to-date hingga akhir perdagangan Selasa (17/12/2019). Padahal, S&P 500 membukukan penurunan sekitar 5,55 persen pada periode yang sama tahun 2018.
Sementara itu, indeks Dow Jones Industrial Average melonjak 21,17 persen hingga akhir perdagangan Selasa, dibandingkan dengan koreksi sebesar 4,96 persen pada tahun sebelumnya.
Indeks Nasdaq Composite bahkan mencatat lonjakan lebih dari 32 persen hingga akhir perdagangan 17 Desember 2019, berbanding terbalik dengan raihan pada periode yang sama tahun lalu yang mengalami penurunan 3,53 persen.
Angka-angka itu menunjukkan perbedaan yang telah dibuat dalam kira-kira setahun terakhir. Tahun lalu, kekhawatiran atas perekonomian akibat dampak perang dagang AS-China memicu kinerja buruk Wall Street.
Coba lihat yang terjadi kini. Bursa saham AS mengakhiri tahun blockbuster dengan dosis optimisme yang ekstrem. Dorongan sentimen paling jelas terlihat selama sekitar dua bulan terakhir.
Kombinasi dari progres pembicaraan perdagangan antara pemerintah AS dan China, sikap dovish bank sentral Federal Reserve, serta optimisme atas indikator perekonomian bertubi-tubi mendongkrak performa Wall Street tahun ini.
“Sebagian besar data menunjukkan bahwa ekonomi global mulai stabil dan ekonomi AS berada pada pijakan yang kuat. Pasar telah mengubah kemungkinan risiko resesi lebih rendah,” ujar Keith Lerner, kepala analis pasar di Truist/SunTrust Advisory Services, seperti dikutip Reuters.
Setelah memangkas suku bunga acuan sebanyak tiga kali tahun ini, The Fed memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan di kisaran target antara 1,50 persen dan 1,75 persen dalam pertemuan kebijakan terakhir tahun ini pada Rabu (11/12/2019).
Bank sentral AS tersebut juga mengatakan pertumbuhan ekonomi yang moderat dan tingkat pengangguran rendah diperkirakan akan berlanjut hingga perhelatan pemilihan presiden tahun 2020.
“Kita mendengar nada The Fed yang optimistis. Nada yang kita dengar melalui pernyataan dan proyeksi menunjukkan bahwa mereka percaya telah melakukan cukup perlindungan untuk mencegah penurunan,” ujar Karl Schamotta, kepala strategi pasar di Cambridge Global Payments, Toronto.
Langkah The Fed untuk melonggarkan kebijakan moneter sepanjang tahun ini telah mendukung bursa saham AS naik ke rekor level tertingginya.
Sepanjang tahun ini, para pembuat kebijakan The Fed memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin sebanyak tiga kali saat pertumbuhan global memburuk, sentimen bisnis diguncang oleh ketidakpastian perdagangan, dan inflasi tetap di bawah target.
Menurut Gubernur The Fed Jerome Powell, langkah pemangkasan suku bunga itu dirancang untuk menjaga ekonomi AS tetap kuat dan memberikan perlindungan atas risiko penurunan yang lebih serius.
Powell mengatakan bahwa pemangkasan suku bunga telah terbukti berhasil mencegah tekanan secara signifikan mengikis prospek keseluruhan untuk pertumbuhan di AS tahun ini.
“Efek penuh dari tindakan kebijakan moneter ini akan terasa dari waktu ke waktu, tetapi kami percaya langkah ini sudah membantu mendukung sentimen konsumen dan bisnis,” tutur Powell pada November, seperti dikutip dari Bloomberg.
Ia menyuarakan optimismenya dalam mengukur kemampuan para pembuat kebijakan untuk memperpanjang rekor ekspansi ekonomi AS.
Di sisi lain, dalam pernyataan pascapertemuan kebijakan moneter pada Desember, The Fed mengakui bahwa risiko global tetap perlu dipantau di tengah perang perdagangan AS-China yang masih tengah berlangsung dan inflasi yang rendah.
Pada pertengahan Desember, pemerintah AS dan China dikabarkan telah mencapai kesepakatan perdagangan ‘fase satu’. Kesepakatan itu mencakup ketentuan bagi China untuk membeli produk-produk pertanian AS senilai miliaran dolar.
Sebagai kompensasinya, pemerintahan Presiden Donald Trump membatalkan rencana pengenaan tarif baru terhadap impor China yang sedianya mulai berlaku pada 15 Desember 2019.
Meski demikian, konflik perdagangan AS-China masih belum sepenuhnya terselesaikan. Beberapa isu negosiasi yang lebih mendesak, termasuk transfer teknologi paksa, tidak akan benar-benar ditangani sampai kesepakatan ‘fase dua’ tercapai.
Namun untuk saat ini, resolusi sementara untuk perang perdagangan AS-China telah cukup membuka jalan bagi bursa saham untuk terus bergerak lebih tinggi di tahun yang terbilang fantastis untuk Wall Street.
Rich Sega, kepala strategi investasi global di perusahaan manajemen investasi Conning, berpendapat bahwa reli ini dapat berlanjut pada 2020.
"Saya pikir kita tidak akan melihat tahun lain seperti 2019, tetapi saya memiliki firasat tak berbeda dengan tahun lalu. Saya rasa pasar dapat berkinerja lebih baik daripada pergerakan rata-rata jangka panjangnya,” ujar Sega, seperti dikutip dari CNBC.