Bisnis.com, JAKARTA — Nasabah prioritas mulai menaruh minat untuk mengalihkan jalur investasi reksa dananya melalui platform financial technology atau fintech agen penjual efek reksa dana (APERD).
Hal itu disampaikan oleh CEO Jagartha Advisors FX Iwan. Menurut dia, fintech yang menawarkan kemudahan, jaminan transparansi, dan biaya yang lebih murah menjadi faktor yang dapat menarik minat nasabah prioritas atau high net-worth untuk berinvestasi reksa dana lewat fintech.
Kendati demikian, masa peralihan membutuhkan waktu mengingat terdapat perubahan signifikan antara pelayanan dalam sistem online dan offline. Apalagi, kebanyakan nasabah berasal dari usia tua yang tidak familiar dengan teknologi.
“Saat ini, shifting sudah mulai terlihat, tetapi karena pemainnya masih sangat terbatas jadi dominasinya hanya di beberapa pemain saja. Untuk menjembatani transisi ini, fintech tetap butuh people [konsultan] agar tetap bisa dihubungi setiap saat, diajak konsultasi,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Senin (9/9/2019).
Dia menjelaskan, terdapat dua faktor penentu kepercayaan nasabah dari kalangan jetset ini untuk mau berinvestasi lewat fintech. Pertama soal legalitas. Fintech harus terdaftar secara legal di bawah regulator yang menaungi.
Kedua, kesiapan sistem. Menurutnya, fintech yang sudah melayani nasabah ritel akan menjadi pertimbangan utama nasabah.
Baca Juga
"Kalau masuk ke kalangan ritel itu membuktikan komplainnya sangat minim, berarti kesiapan sistem sudah terbukti," tuturnya.
Dari segi bisnis, adanya layanan fintech juga dapat meningkatkan efisiensi lantaran APERD tidak lagi perlu membangun kantor cabang fisik.
“Kantor cabang sudah tidak perlu. Kalau nasabah kaya, konsultan yang datang untuk menyambangi, jadi mobilitas lebih fleksibel, toh tidak perlu kantor cabang untuk melakukan transaksi. Lebih untuk ketemu agar komunikasi lebih enak,” ujarnya.
Adapun, secara risiko nasabah tidak perlu khawatir karena pada dasarnya produk reksa dana tetap dikelola oleh manajer investasi dan disimpan oleh bank kustodian. Hanya saja, cara penjualannya yang berbeda.
“Risiko yang perlu dimonitor adalah lebih dari sisi pemahaman investor. Kalau ada orang yang mendampingi ada penjelasan yang menjelaskan,” ujarnya.
Dalam siaran pers yang diterima Bisnis, Senin (9/9/2019), Co-Founder & CEO Bareksa.com Karaniya Dharmasaputra mengatakan bahwa nasabah high net-worth cenderung lebih sensitif terhadap pergerakan net asset value (NAV).
Untuk itu, kini Bareksa mulai berekspansi untuk membidik nasabah premium melalui Bareksa Prioritas.
PT Bareksa Prioritas Indonesia (BPI) merupakan perusahaan penyedia fitur transaksi bagi investor reksa dana dan efek dari Bareksa.com dengan dana simpanan minimum Rp5 miliar.
“Meskipun mayoritas masih menarget investor ritel dan milenial, kami rasa sudah saatnya nasabah prioritas juga mempertimbangkan alternatif investasi dari perusahaan fintech,” tutur Karaniya.
Bareksa menggandeng penasihat investasi independen Jagartha Advisors yang dapat dimanfaatkan sebagai akses konsultasi dari para pakar baik dalam asset management, private banking, wealth management dan penasihat investasi.
Saat ini, Bareksa Prioritas menawarkan lebih dari 64 reksadana dari 12 manajer investasi. Guna mendulang pasar yang lebih besar, perusahaan melakukan ekspansi cabang di kota Medan pada Maret 2019 lalu.
Per Agustus 2019, tenaga advisor Bareksa Prioritas sudah mencapai lebih dari 20 orang yang tersebar di Jakarta dan Medan.
Adapun, untuk bisnis nasabah ritel dan milenial, Bareksa Portal Investasi (Bareksa.com), telah mencatatkan total dana kelolaan mencapai Rp2 triliun per awal Agustus 2019, tumbuh sekitar 42,86% dibandingkan dengan capaian akhir tahun lalu senilai Rp1,4 triliun.
Sampai saat ini, jumlah pengguna Bareksa.com sudah mencapai 525.000 akun, di mana sebanyak 75% nasabah berumur di bawah 35 tahun.