Bisnis.com, JAKARTA—Kinerja reksa dana indeks dan ETF diperkirakan masih dapat terpacu dalam 3 bulan ke depan, sebelum 2019 berakhir.
Potensi kenaikan indeks harga saham gabungan (IHSG) menjelang akhir tahun pun menjadi dasar optimisme para fund manager terhadap produk reksa dana yang mengacu kepada indeks tertentu ini.
Adapun, kurang dari separuh produk reksa dana indeks dan ETF yang mencatatkan kinerja lebih baik ketimbang Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara year-to-date (ytd).
Berdasarkan data Infovesta Utama per 5 September 2019, terdapat 21 produk dari total 62 produk reksa dana indeks dan ETF yang kinerjanya outperform dari IHSG.
Produk reksa dana ETF Premier EFT—SMInfra18 besutan PT Indo Premier Investment Management menempati posisi pertama dengan return tertinggi sebesar 9,60% ytd.
Penguatan tersebut mengikuti kinerja positif dari indeks acuannya, yang mana indeks SMInfra18 tercatat menguat 7,68%.
Menyusul di bawahnya, produk reksa dana ETF ABF IBI Fund kelolaan PT Bahana TCW Investment Management dengan kinerja 9,56% dan Premier ETF Pefindo I Grade dengan kinerja 8,94%.
Adapun, sebagian besar dari produk reksa dana indeks dan ETF yang outperform dari IHSG tersebut terpantau memiliki acuan indeks Sri Kehati dan indeks syariah Jakarta Islamic Index (JII), yang masing-masing tumbuh 4,01% dan 2,05%
Sementara itu, pada periode yang sama IHSG hanya mencatatkan kinerja sebesar 1,81%. Adapun, produk reksa dana indeks dan ETF mencatatkan return di rentang -4,46%—9,60%.
Dana kelolaan reksa dana indeks dan ETF per 31 Juli 2019 tercatat Rp20,26 triliun yang berasal dari 62 produk.
Head of Investment Avrist Asset Management Farash Farich menilai, positifnya kinerja indeks saham syariah dan Sri Kehati sejak awal tahun ini lebih disebabkan oleh tidak adanya saham rokok di dalam konstituennya.
“Dugaan saya yang indeks syariah dan Sri Kehati outperform IHSG karena tidak ada saham rokok yang harganya turun signifikan tahun ini,” kata Farash kepada Bisnis, Minggu (8/9/2019).
Adapun, harga saham-saham emiten rokok terpantau telah melemah sepanjang tahun berjalan, seperti GGRM yang anjlok 19,74% dan HMSP yang terjatuh 30,23%.
Ke depannya, kinerja reksa dana indeks dan ETF diperkirakan Farash masih akan sangat berkolerasi dengan indeks acuannya, mengingat saat ini valuasi indeks utama yang ada di bursa—seperti IHSG, IDX30, LQ45, dan JII—masih undervalue.
Farash menjelaskan, tantangan utama terhadap kinerja indeks saat ini masih berasal dari sentimen global.
“Mereka [investor global] khawatir resesi Eropa serta slowdown di AS dan global, sehingga menghindari aset berisiko, termasuk saham di emerging markets,” imbuh Farash.
Di sisi lain, lanjutnya, pertumbuhan laba emiten besar yang menjadi konstituen indeks IDX30 dan LQ45 sangat rendah pada semester I/2019.
Dengan demikian, Avrist Asset Management menargetkan valuasi IHSG pada akhir tahun nanti bisa menuju ke kisaran 7.000.