Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Investor Fokus pada Data AS, Harga Minyak Kembali Menguat

Berdasarkan data Bloomberg, hingga pukul 15:03 WIB, harga minyak mentah WTI menguat 1,59% atau 0,86 poin ke posisi US$54,81 per barel, sedangkan harga minyak Brent menguat 1,98% atau 1,20 poin ke posisi US$61,70 per barel.
Harga minyak mentah Indonesia turun./JIBI
Harga minyak mentah Indonesia turun./JIBI

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah naik lebih dari 1% pada Jumat (2/8/2019), memperoleh kenaikan kembali, setelah penurunan terbesar dalam beberapa tahun, karena Presiden AS Donald Trump memberlakukkan lebih banyak tarif pada impor China.

Seperti dikutip dari Reuters, Jumat (2/8/2019), harga minyak mentah berjangka Brent merosot pada Kamis (1/8/2019), penurunan tertajam dalam lebih dari 3 tahun. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), turun hampir 8% membukukan hari terburuk dalam lebih dari 4 tahun.

Berdasarkan data Bloomberg, hingga pukul 15:03 WIB, harga minyak mentah WTI menguat 1,59% atau 0,86 poin ke posisi US$54,81 per barel, sedangkan harga minyak Brent menguat 1,98% atau 1,20 poin ke posisi US$61,70 per barel.

Trump pada Kamis (2/8/2019) mengatakan, pihaknya akan mengenakan tarif 10% pada US$300 miliar impor China mulai 1 September, AS dapat menaikkan tarif lebih lanjut jika Presiden China Xi Jinping gagal bergerak lebih cepat untuk mencapai kesepakatan perdagangan.

Pengumuman memperluas tarif ke hampir semua impor China ke AS, menandai berakhirnya gencatan senjata.

Stephen Innes, managing partner di VM Markets mengatakan, keuntungan harga minyak kemungkinan investor menilai kembali langkah oleh Trump dan dampaknya.

"Sama seperti dalam perang penembakan, penumpukan dan setiap tahap kampanye, telah memicu peristiwa risiko tetapi dengan dampak yang semakin berkurang dari waktu ke waktu," katanya.

Dia menambahkan, banyak hal yang sama dapat terjadi saat ini mengenai kenaikan tarif seiring waktu. Investor telah berhasil menghindarinya dan kembali ke pemahaman tentang fokus pada data, yang dalam kasus ekonomi AS, masih terlihat bagus.

Ekonomi AS tumbuh sebesar 2,1% pada kuartal kedua, data pemerintah menunjukkan pada 26 Juli, yang mengalahkan ekspektasi para ekonom, meskipun lebih rendah dari pertumbuhan kuartal pertama.

Namun, ada beberapa tanda-tanda korban ekonomi sengketa perdagangan antara Amerika Serikat dan China, yang minggu ini melaporkan aktivitas manufaktur melambat pada Juli.

Aktivitas manufaktur AS juga tergelincir bulan lalu, turun ke level terendah 3 tahun dekat, dan belanja konstruksi turun pada Juni karena investasi dalam proyek-proyek konstruksi swasta jatuh ke level terendah dalam 1-1,2 tahun.

Perlambatan ekonomi telah menyebabkan turunnya permintaan minyak di Amerika Serikat, konsumen minyak terbesar dunia.

Data pemerintah AS menunjukkan jumlah minyak mentah yang diproses di kilang minyak AS rata-rata 17,2 juta barel per hari selama 4 minggu terakhir, turun 1,3% dari waktu yang sama tahun lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dika Irawan
Editor : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper