Bisnis.com, JAKARTA— Secara akutansi, keputusan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. memasukkan piutang PT Mahata Aero Teknologi sebagai pendapatan lain-lain dinilai akuntan telah sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 23.
Akuntan Profesional RNA 99 Deny Poerhadiyanto menjelaskan bahwa Garuda Indonesia sudah melaporkan sesuai Pernyataan Standar Akuntasi Keuangan (PSAK) 23. Selain itu, laporan keuangan tersebut juga sudah mendapat persetujuan dari sebagian besar pemegang saham.
Akan tetapi, lanjut dia, dua komisaris tidak yakin dengan kemampuan sang mitra, Mahata Aero Teknologi. Apalagi, perusahaan tersebut masih berumur kurang dari dua tahun.
Dengan demikian, saat ini yang menjadi pertanyaan dari komisaris menurutnya adalah dasar keyakinan manajemen terhadap Mahata Aero Teknologi.
“Perusahaan [Mahata] baru berdiri, dan menurut penjelasan manajemen sampai April 2019 belum membayar. Jadi ini bukan soal isu akutansi," ujarnya kepada Bisnis, Rabu (8/5/2019).
Dia menjelaskan bahwa dalam PSAK 23 terdapat beberapa persyaratan suatu pendapatan dapat diakui di antaranya keyakinan dari manajemen untuk hak dan kewajiban bisa terjadi. Selanjutnya, terdapat serah terima hak dan kwajiban.
Baca Juga
“Sependek akutansi, Garuda Indonesia sudah melaporkan sesuai dengan PSAK 23,” jelasnya.
Lebih lanjut, Deny menjelaskan bahwa piutang tersebut sudah sesuai masuk ke dalam pos pendapatan lain-lain. Pasalnya, pemasukan itu bukan berasal dari bisnis inti perseroan.
Seperti diketahui, dua komisaris Garuda Indonesia Chairal Tanjung dan Dony Oskaria menyatakan keberatan akan laporan keuangan perseroan periode 2018. Menurut dua komisaris itu, perjanjian antara Mahata dan Citilink tidak dapat diakui dalam buku 2018.
Sebelumnya, Kantor akuntan publik (KAP) Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang dan rekan, auditor laporan keuangan Garuda Indonesia periode 2018, mengklaim pengakuan pendapatan atas perjanjian kerja sama PT Mahata Aero Teknologi telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
KAP Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang dan rekan turut memberikan penjelasan mengenai pengakuan pendapatan Garuda Indonesia atas perjanjian kerja sama (PKS) Mahata Aero Teknologi dalam keterbukaan informasi di situs resmi Bursa Efek Indonesia, Senin (6/5/2019).
Auditor menjelaskan bahwa pihaknya mempelajari perlakuan akutansi dalam contoh ilustratif Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 23 paragraf 20.
Dalam poin itu, dijelaskan imbalan dan royalti yang dibayarkan untuk pengunaan aset entitas seperti merek dagang, paten, piranti lunak, hak cipta musik, rekaman master, dan film normalnya diakui sesuai dengan substansi perjanjian.
Dalam prakteknya, hal ini dapat digunakan dasar garis lurus selama masa perjanjian. Sebagai contoh, ketika pemegang lisensi memiliki hak untuk memakai teknologi tertentu selama jangka waktu tertentu.
Artinya, penyerahan hak dengan imbalan tetap atau jaminan yang tidak dapat dikembalikan dalam suatu kontrak yang tidak dapat dibatalkan yang mengizinkan pemegang lisensi untuk mengeksploitasi hak tersebut secara bebas dan pemberi lisensi tidak memiliki sisa kewajiban untuk dilaksanakan secara substansi merupakan penjualan.
“Pendapatan atas biaya kompensasi hak pemasangan layanan peralatan layanan konektivitas dan hak pengelolaan layanan inflight entertainment bersifat non- refundable yang tidak dapat dibatalkan sehingga substansi merupakan transaksi penjualan hak yang diakui pada saat perjanjian ditandatangangi [sekaligus],” jelas auditor dalam keterbukaan informasi, Senin (6/5/2019).
Penjelasan itu, menurut auditor, juga sesuai dengan Pasal 16 Ayat 1 dan 3 PKS yang menyatakan Citilink akan melakukan evaluasi setiap dua bulan seklai atas pelaksanaan perjanjian kerja sama oleh Mahata. Apabila hasolnya tidak memberikan keuntungan maka perseroan berhak mengakhiri perjanjian.
Dalam perjanjian kerja sama diakhiri, maka semua hak dan kewajiban yang belum diselesaikan dan/atau telah timbul sebagai akibat dari pelaksanaan dan/atau penerapan perjanjian kerja sama ini sebelum berakhirnya perjanjian, kewajiban tersebut harus diselesaikan selambat-lambatnya 14 hari sejak PKS dinyatakan berakhir.
Bila mengacu PSAK 23 paragraf 14, transaksi penjualan hak pemasangan peralatan layanan konektivitas dan hak pengelolaan In-Flight Entertainment dapat diakui pendapatan penjualan barang jika kondisi telah dipenuhi beberapa syarat.
Pertama, Garuda Grup telah menyerahkan hak pemasangan peralatan layanan konektivitas dan hak pengelolaan In-Flight Entertainment pada saat perjanjian ditandatangani. Segala menfaat kepemilikan yang sebelumnya dibukukan pada pendapatan Garuda Grup dihehentikan dan diserahkan kepada Mahata.
Kedua, entitas tidak lagi melanjutkan pengelolaan yang biasanya terkait dengan kepemilikan atas barang ataupun melakukan pengendalian efektif atas barang yang dijual. Berdasarkan perjanjian, Garuda Grup telah menyerahkan hak pemasangan layanan konektivitas dan hiburan kepada Mahata.
Ketiga, jumlah pendapatan dapat diukur secara andal. Dalam perjanjian, disepakati bahwa biaya kompensasi atas hak pemasangan peralatan layanan konektivitas sebesar US$92,94 juta untuk 103 pesawat Garuda, US$39 juta untuk 50 pesawat Citilink, dan US$30 juta untuk 50 pesawat Sriwijaya.
Adapun, biaya kompensasi atas hak pengelolaan layanan hiburan dalam pesawat dan manajemen konten senilai US$80 juta untuk 99 pesawat Garuda.
Keempat, kemungkinan besar manfaat ekonomik yang terkait dengan transaksi tersebut akan mengalir ke entitas. Kelima, biaya yang terjadi sehubungan transaksi penjualan dapat diukur secara andal.
Prosedur audit lainnya mengacu ke PSAK 23 paragraf 22 yang menyatakan pendapatan diakui jika kemungkinan besar manfaat ekonomis sehubungan dengan transaksi akan mengalir ke entitas. Akan tetapi, jika ketidakpastian timbul atas kolektibilitas jumlah yang telah termasuk pendapatan, maka jumlah yang tidak tertagih atau jumlah pemulihan yang kemungkinannya tidak lagi besar diakui sebagai beban, bukan sebagai penyesuaian terhadap jumlah pendapatan yang diakui semula.
Berdasarkan prosedur audit tersebut, auditor berpendapat bahwa perlakukan akutansi untuk pendapatan Garuda Indonesia atas PKS dengan Mahata telah diakui dan dicatat sesuai standar akutansi keuangan yang berlaku, khususnya PSAK 23.