Bisnis.com, JAKARTA — Laba emiten consumer goods, PT Unilever Indonesia Tbk., tertekan sebesar 4,37% pada kuartal I/2019, sejalan dengan penjualan yang turun tipis 0,76% pada periode yang sama.
Berdasarkan laporan keuangan yang berakhir 31 Maret 2019 unaudited, emiten dengan kode saham UNVR ini mencatatkan penjualan bersih sebesar Rp10,66 triliun, turun 0,76% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp10,75 triliun.
Penjualan berasal dari segmen home and personal care (HPC) sebesar Rp7,47 triliun, diikuti segmen foods and refreshement (F&R) sebesaR Rp3,20 triliun. Penjualan di segmen HPC mengalami kenaikan sebesar 2,61% secara tahunan, sedangkan di segmen F&R turun 7,83%.
Berdasarkan segmen geografis, penjualan dalam negeri tumbuh 0,49% menjadi Rp10,19 triliun, sedangkan penjualan ekspor turun 21,54% menjadi Rp478,44 miliar.
Lebih lanjut, harga pokok penjualan naik 1,99% menjadi Rp5,36 triliun. Sehingga laba kotor turun 3,40% menjadi Rp5,31 triliun. Dengan demikian, perseroan mencetak laba sebesar Rp1,75 triliun pada kuartal I/2019, turun 4,37% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp1,83 triliun.
Total aset perseroan per 31 Maret 2019 sebesar Rp22,04 triliun, naik 8,43% secara tahunan. Jumlah liabilitas dan ekuitas masing-masing sebesar Rp12,98 triliun dan Rp9,06 triliun.
Baca Juga
Direktur dan Sekretaris Perusahaan Sancoyo Antarikso mengatakan bahwa jika tanpa memperhitungkan penjualan kategori Spreads yang telah didivestasi pada kuartal III/2018, maka perseroan membukukan pertumbuhan penjualan domestik sebesar 4,9%.
UNVR terus meluncurkan inovasi-inovasi baru untuk menangkap peluang sesuai aspirasi konsumen, salah satunya peluncuran Nameera Aquatic Botanical, sebagai rangkaian produk halal dari bahan natural pada 31 Januari 2019.
"Perseroan terus melakukan transformasi pada seluruh rantai bisnisnya, agar bisnis kami dapat terus maju dengan berlandaskan pada tujuan yang kuat dan lebih tangguh lagi dalam menghadapi tantangan masa depan," katanya dikutip dari keterbukaan informasi pada Kamis (25/4/2019).
Per tanggal 1 Januari 2019, perseroan menerapkan PSAK 73:Sewa. PSAK tersebut mewajibkan perseroan untuk mengakui semua nilai kontrak perjanjian sewa yang memiliki jangka waktu lebih dari 12 bulan sebagai aset hak guna, kecuali aset tersebut bernilai rendah. Sebagai implikasi dari penerapan strandar akuntansi ini, perseroan mencatat penambahan aset hak guna dan utang sewa masing-masing sebesar Rp881 miliar dan Rp1 triliun pada laporan posisi keuangan interim 31 Maret 2019. Perseroan juga melakukan penyesuaian kembali laporan keuangan untuk posisi keuangan Desember 2018 dan 1 Januari 2018.