Bisnis.com, JAKARTA – Emiten pertambangan logam PT Vale Indonesia Tbk. akan segera merampungkan studi kelayakan sekaligus negosiasi bisnis dengan dua rekan kerja sama perseroan untuk membangun masing-masing satu proyek nikel dan feronikel di Sulawesi.
Sejak 2018, perseroan mencari partner JV untuk smelter feronikel di Bahodopi, Sulawesi Tengah, dan smelter nikel di Pomalaa, Sulawesi Tenggara. Untuk smelter nikel, perseroan menggandeng Sumitomo Metal Mining.
Direktur Vale Indonesia Febriany Eddy menyampaikansetelah negosisasi tersebut selesai, perseroan akan dapat menentukan investasi yang akan digelontorkan beserta metode pembiyaan dari kedua proyek tersebut.
“Soal jumlah investasinya, baik Bahodopi dan Pomalaa akan pada kisaran miliar dolar Amerika Serikat. Angka [investasi] pastinya akan tergantung pada kapasitas yang akan dibangun. Terkait hal tersebut, sedang kami bicarakan di tahap negosiasi komersialnya,” ungkap Febriany pada Bisnis.com, Senin (11/2/2019).
Febriany mengungkapkan terkait dengan investasi jumbo tersebut, perseroan akan membuka peluang kombinasi sumber dana dari project financing dan ekuitas perseroan,” ungkap Febriany. Adapun, pada Januari—September 2018, perseroan membukukan arus kas bersih dari aktivitas operasi sebesar US$131,48 juta.
Adapun, emiten dengan sandi INCO tersebut berpotensi mendapatkan dana dari kewajiban divestasi saham sebesar total 40% pada investor lokal selambat-lambatnya 14 Oktober 2019, sesuai regulasi pemerintah yaitu PP No. 77 Tahun 2014.
Sebanyak 20,49% saham perseroan telah dilepas ke publik melalui proses IPO. Artinya, emiten dengan INCO masih harus mendivestasi sekitar 19,51% lagi untuk memenuhi beleid tersebut. Menggunakan asumsi harga penutupan INCO Senin (11/2), maka INCO berpotensi mengantongi Rp6,99 triliun atau sekitar US$498,45 juta.