Bisnis.com, JAKARTA – Emiten distributor telepon seluler PT Global Teleshop Tbk. berencana mengevaluasi seluruh 56 gerai penjualan yang dimiliki perseroan untuk meningkatkan efisiensi dan meraup laba di tahun ini.
Selama 3 tahun berturut-turut emiten dengan kode saham GLOB tersebut terus membukukan rugi, terdampak dari perlemahan penjualan dan kompetisi antarperusahaan distribusi ponsel. Selain itu, masuknya ponsel ilegal juga turut memukul bisnis perseroan.
Direktur Utama Global Teleshop Djoko Harijanto mengungkapkkan evaluasi kinerja gerai masih terus dilakukan perusahaan. Berdasarkan rencana bisnis perusahaan, GLOb menargetkan dapat mencatatkan keuntungan mulai tahun ini.
“Tahun ini kami fokus pada proses melakukan review pada toko-toko yang tidak produktif, lalu action untuk penutupannya. Kami juga berusaha agar margin penjualan voucher dapat ditingkatkan lagi,” ungkap Djoko di Jakarta, Selasa (30/1/2018).
Djoko menjelaskan hingga awal tahun ini kondisi likuiditas perusahaan masih ketat, sehingga penutupan gerai menjadi opsi untuk meningkatkan arus kas perusahaan yang saat ini terbebani oleh biaya penyewaan gerai di pusat perbelanjaan. Sebagai catatan, pada 2017 lalu, perusahaan juga telah menutup 14 gerai.
Biaya operasional perusahaan saat ini sebagian besar disalurkan pada komponen biaya rental toko dan gaji karyawan yang menghabiskan biaya operasional masing-masing sebesar 30%. Kendati berencana menutup sebagian gerai, GLOB berencana melakukan ekspansi untuk pasar dalam jaringan (e-commerce).
Baca Juga
Adapun, Bursa Efek Indonesia (BEI) sempat menempuh suspensi pada saham GLOB karena keterlambatan melaporkan laporan kinerja keuangan perseroan. Awal 2017, BEI memperpanjang suspensi GLOB.
Berdasarkan laporan keuangan Global Teleshop, selama Januari—September 2017 perusahaan membukukan pendapatan sebesar Rp458,05 miliar, atau naik 8,1% dari capaian periode sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).
Kendati demikian, beban pokok pendapatan perseroan selama periode tersebut membengkak ke Rp438,33 miliar, naik 7,8% (yoy) dari Rp406,58 miliar.