1. Efek Penularan Regional: Phatphong Effect
Tahun 1998, krisis moneter yan sering disingkat krismon terjadi karena dampak penularan krisis Asia terhadap Indonesia yang berlangsung begitu cepat. Ketika Thailand mengalami krisis baht sejak Juli 1997, Indonesia kemudian tertular, yang oleh para analis kala itu disebut sebagai "Phatphong Effect". Istilah ini merujuk pada satu lokasi di Bangkok, yang menjadi tempat hiburan malam.
Karena efek penularan itu, apalagi dipersepsikan semua negara atau perekonomian yang masuk kelompok berkembang pesat (emerging markets) dianggap sama dengan Thailand, maka rontoklah ekonomi Asia Tenggara. Dan dampak terbesar dirasakan Indonesia, karena nilai tukar rupiah yang tadinya dikelola dalam sistem "managed float", yang berarti nilai kurnya dikendaikandalam kisaran angka (band) tertentu oleh Bank Indonesia --mirip penentuan harga BBM-- kemudian dilepas ke pasar mulai 14 Agustus 1997.
Sejak pelepasan band menjadi free float itu, nilai tukar rupiah yang tadinya di level Rp2.500-an, bergerak liar dan sempat menembus level Rp16.700 per dolar AS pada 1998. Maka semua perusahaan yang punya utang dolar menjadi kolaps.
Saat ini, efek kejutan seperti 1998 relatif tidak ditemukan karena rupiah bergerak sesuai harga pasar. Tidak ada devaluasi atau pergerakan yang drastis, sehingga dampak ekonomi lebih terprediksikan dan terkelola, dan risiko spekulasi tidak terlalu massive, seperti terjadi saat nilai rupiah masih dipatok dan dikelola secara "mengambang terkendali" seperti sebelum tahun 1998.