Bisnis.com, JAKARTA – Mata uang rupiah diproyeksi lanjut terapresiasi menuju level Rp16.000 per dolar AS ditopang oleh meredanya faktor eksternal dan greenback yang cenderung tertekan.
Rupiah ditutup menguat ke posisi Rp16.319,50 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Selasa (22/7/2025). Sementara itu, sejumlah mata uang di Asia ditutup beragam.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah mengakhiri perdagangan hari ini dengan menguat 0,02% atau 3,5 poin ke level Rp16.319,50 per dolar AS. Pada saat yang sama, indeks dolar AS terpantau menguat 0,10% ke posisi 97,94.
Sementara itu, sejumlah mata uang lain di Asia ditutup beragam. Rupee India misalnya, melemah 0,11%, yuan China melemah 0,08%, baht Thailand melemah 0,31%, won Korea terkoreksi 0,39%, hingga dolar Taiwan melemah 0,12%.
Tidak hanya itu, dolar Singapura turut melemah 0,12% dan yen Jepang melemah 0,18%. Sebaliknya, sama seperti rupiah, ringgit Malaysia menguat 0,05% dan peso Filipina ditutup menguat 0,21%.
Rohit Garg, head of foreign exchange and rates strategy Asia ex-Japan Citigroup Inc., mengatakan rupiah diperkirakan mengalami reli hampir 2% terhadap dolar AS hingga akhir tahun ini. Namun, dia merekomendasikan pelaku pasar untuk tetap netral sambil memperhatikan apa yang terjadi pada 1 Agustus 2025 saat tarif impor Presiden Amerika Serikat Donald Trump mulai berlaku.
"Tetapi kami tetap melihat rupiah akan lebih rendah, mendekati Rp16.000 daripada lebih tinggi," tuturnya seperti dikutip Bloomberg, Selasa (22/7/2025).
Menurut Garg, apresiasi rupiah beberapa waktu terakhir didukung oleh komitmen pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk menjaga defisit APBN di bawah 3% dan rencana penggunaan SAL untuk menutup defisit APBN. Langkah itu dinilai telah meredakan kekhawatiran investor.
Dia menambahkan rupiah juga mendapat dampak positif dari pelemahan dolar AS yang disebabkan oleh perang dagang yang dikumandangkan Trump dan defisit fiskal AS yang membengkak.
“Kami telah merekomendasikan posisi long untuk rupiah dan short untuk dolar AS sejak pertengahan April. Kami mengharapkan rupiah terapresiasi sedikit, tetapi cenderung stabil setidaknya dalam beberapa pekan ke depan," tuturnya.
Terkait dengan pergerakan nilai tukar rupiah hari ini, analis mata uang Ibrahim Assuaibi menerangkan, penguatan rupiah terhadap dolar AS datang dari beragam sentimen. Pada tataran global, Presiden AS Donald Trump mengancam akan mengenakan tarif 30% terhadap sebagian besar barang impor dari blok Uni Eropa.
Selain itu, ketegangan antara The Fed dengan Donald Trump, mengenai potensi penurunan suku bunga, juga menjadi fokus pasar. Ibrahim menilai, probabilitas menunjukkan bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunganya.
Dari dalam negeri, kondisi ekonomi eksternal cenderung mempengaruhi kinerja perekonomian domestik. Sejumlah perlambatan ekonomi dunia, di negara-negara mitra dagang Indonesia, bakal berdampak pada kinerja ekspor nasional.
Maka dari itu, pemerintah dinilai perlu mengambil kebijakan yang bersifat countercyclical, untuk meredam dampak fluktuasi ekonomi, seperti mendorong belanja pemerintah yang lebih produktif hingga memberikan stimulus ekonomi.
Selain itu, kebijakan moneter BI juga dinilai sejalan dengan kecenderungan inflasi yang cukup rendah. Ibrahim menilai, countercyclical policy fiskal dan moneter belum cukup kuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, tetapi lebih menahan laju perlambatan ekonomi nasional.