Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Citigroup: Rupiah Rawan Depresiasi Agustus Imbas Implementasi Tarif AS

Citigroup memprediksi rupiah tertekan Agustus akibat tarif AS, namun diperkirakan menguat akhir tahun. Sentimen eksternal lebih mempengaruhi.
Pegawai menyortir uang rupiah di cash center atau pusat kas BNI di Jakarta, Selasa (14/1/2024)./Bisnis/Himawan L Nugraha
Pegawai menyortir uang rupiah di cash center atau pusat kas BNI di Jakarta, Selasa (14/1/2024)./Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Apresiasi rupiah saat ini diperkirakan tidak akan bertahan lama. Setidaknya dalam sebulan ke depan pergerakan nilai tukar mata uang rupiah akan tertekan.

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka menguat 13 poin atau 0,08% menuju Rp16.310 per dolar AS pada Selasa (22/7/2025). Adapun indeks dolar AS menguat 0,07% ke 97,91. 

Analis Citigroup Inc. Rohit Garg menjelaskan mata uang pasar berkembang, terutama yang menawarkan imbal hasil tinggi, cenderung melemah karena berbagai alasan pada bulan Agustus.

Selanjutnya, menjelang akhir tahun rupiah diperkirakan Garg akan kembali menguat hingga hampir 2% di hadapan greenback.

“Saat ini, rekomendasi kami adalah tetap bersikap netral, lihat apa yang terjadi pada 1 Agustus dan bagaimana perkembangan bulan tersebut,” kata Garg, dikutip Bloomberg, Selasa (22/7/2025).

Adapun, Garg merujuk ke tenggat waktu tarif yang ditetapkan Presiden AS Donald Trump pada awal bulan depan. Dia pun memproyeksikan nilai tukar rupiah akan menjadi lebih rendah hingga mendekati Rp16.000.

Belakangan ini, rupiah mulai pulih dari pelemahan awal tahun seiring meredanya kekhawatiran terhadap perang dagang global dan kebijakan fiskal Indonesia.

Garg mengatakan komitmen pemerintah untuk menjaga defisit anggaran di bawah 3% dari produk domestik bruto serta rencana memanfaatkan cadangan kas untuk menutup kekurangan anggaran tahun ini turut menenangkan kekhawatiran investor.

Tak hanya itu, dari eksternal rupiah juga mendapat dukungan dari pelemahan dolar AS. Greenback sendiri sudah turun karena tarif perdagangan era Trump dan meningkatnya defisit fiskal AS.

Data ekonomi AS yang berpotensi melemah terutama di sektor tenaga kerja selama musim panas dapat meningkatkan ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve, dan tren "de-dolarisasi" diperkirakan akan terus berlanjut.

"Kami sudah mengambil posisi long rupiah dan short dolar sejak pertengahan April," kata Garg. 

Dia mengatakan sudah berekspektasi rupiah bakal menguat cukup signifikan dan sudah terjadi. Untuk beberapa pekan ke depan, pergerakan rupiah disebutnya akan lebih digerakkan oleh sentimen eksternal ketimbang domestik.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Nicken Tari
Editor : Dwi Nicken Tari
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro