Bisnis.com, JAKARTA — Indeks harga saham gabungan (IHSG) diperkirakan bergerak sideways pada awal pekan depan di tengah minimnya sentimen positif baru. Sementara itu, pelaku pasar mencermati perkembangan IPO serta kejelasan kebijakan tarif impor Amerika Serikat.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), indeks komposit ditutup melemah sebesar 0,19% ke level 6.865,19 pada perdagangan Jumat (4/7/2025). Selama sepekan, IHSG juga mengalami penurunan 0,47% akibat tekanan aksi jual bersih investor asing yang mencapai Rp2,77 triliun.
Head of Research Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan mengatakan pergerakan IHSG masih cenderung terbatas di tengah sikap wait and see investor terhadap sejumlah agenda penting.
“Pasar masih menantikan kepastian kesepakatan dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat serta proses listing saham-saham baru yang dijadwalkan berlangsung pekan depan,” kata Valdy dalam riset harian, dikutip Minggu (6/7/2025).
Dengan kondisi tersebut, dia memproyeksikan bahwa IHSG akan bergerak dalam rentang support di level 6.800 dan resistance 6.950 dengan level pivot di 6.900 pada awal pekan depan.
Pada perdagangan Senin (7/7/2025), Phintraco merekomendasikan saham PT Merdeka Battery Materials Tbk. (MBMA), PT Samudera Indonesia Tbk. (SMDR), PT Remala Abadi Tbk. (DATA), PT PP London Sumatra Indonesia Tbk. (LSIP), dan PT Solusi Sinergi Digital Tbk. (WIFI).
Untuk diketahui, delapan perusahaan telah memulai masa penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) selama periode 2–8 Juli 2025. Penawaran tersebut berasal dari berbagai sektor, mulai dari bahan baku, keuangan, hingga logistik.
Delapan calon emiten tersebut adalah PT Asia Pramulia Tbk. (ASPR), PT Chandra Daya Investasi Tbk. (CDIA), PT Indokripto Koin Semesta Tbk. (COIN), PT Prima Multi Usaha Indonesia Tbk. (PMUI), PT Merry Riana Edukasi Tbk. (MERI) , PT Diastika Biotekindo Tbk. (CHEK), PT Trimitra Trans Persada Tbk. (BLOG), dan PT Pancaran Samudera Transport Tbk. (PSAT).
Di sisi lain, ketegangan dagang antara AS dan sejumlah negara mitra menjadi perhatian pelaku pasar menjelang tenggat waktu 9 Juli 2025 yang ditetapkan Presiden Donald Trump.
Ekonom Panin Sekuritas Felix Darmawan menjelaskan bahwa jika AS benar-benar menaikkan tarif atau memperketat kebijakan perdagangannya, hal tersebut dikhawatirkan dapat menekan sejumlah sektor di Indonesia yang berorientasi ekspor.
“Jika AS benar-benar menaikkan tarif atau memperketat kebijakan dagangnya, hal ini bisa menekan sektor-sektor yang terpapar ekspor, seperti otomotif, tekstil, atau komoditas tertentu,” kata Felix, Jumat (4/7/2025).
Di sisi lain, kesepakatan dagang AS–Vietnam bisa membuat sebagian aliran modal asing beralih ke Vietnam, mengingat negara ini mendapat preferensi tarif yang lebih menarik. Meski begitu, Indonesia dinilai memiliki keunggulan struktural yang mendukung daya tarik jangka panjang.
Felix juga menyebut bahwa inflasi yang rendah dan potensi pelonggaran suku bunga Bank Indonesia (BI) bisa menjadi katalis tambahan bagi pasar saham domestik.
“Apalagi jika inflasi rendah dan BI membuka ruang pelonggaran suku bunga, hal ini bisa jadi katalis tambahan,” ujar Felix.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.