Bisnis.com, JAKARTA — Ketegangan geopolitik yang meningkat di sekitar Iran memicu kekhawatiran di kalangan pembeli dan pedagang minyak di Asia. Pada sesi pagi saat pasar spot dibuka, harga minyak lompat lebih dari 2%.
Meski demikian, harga minyak pada sore ini di pasar spot pada pukul 15.30 hari ini (23/6/2025) berbalik bergerak ke zona merah. Berdasarkan data Bloomberg, minyak WTI diperdagangkan pada level US$73,49 per barel atau turun -0,47%. Sedangkan minyak jenis Brent melemah -0,49% menjadi US$76,63%.
Sementara itu, berdasarkan data Kpler SAS yang dilansir Bloomberg, Asia menyerap lebih dari 80% total ekspor minyak mentah dari Timur Tengah, dan sekitar 90% di antaranya dikirim melalui Selat Hormuz. Nama terakhir adalah jalur strategis yang kini berada di bawah bayang-bayang konflik yang semakin meluas.
Berikut adalah tiga isu utama yang menjadi perhatian pasar Asia seiring dengan meningkatnya eskalasi di Timur Tengah :
1. Keterkaitan Iran–China
Menurut data Kpler, China merupakan pengilangan minyak terbesar di dunia yang mengimpor sekitar 14% kebutuhan minyak mentahnya dari Iran, Namun, volume sebenarnya diyakini lebih tinggi karena sebagian besar pengiriman dari Iran disamarkan sebagai ekspor dari Malaysia, Uni Emirat Arab, dan Oman guna menghindari sanksi Amerika Serikat (AS).
Baca Juga
Meski perusahaan pengilangan milik negara di China cenderung menghindari pelanggaran sanksi, pemerintah Beijing secara resmi tidak mengakui sanksi sepihak dari AS. Bagi sektor kilang swasta China yang tengah tertekan, pasokan diskon dari Iran menjadi sangat krusial.
Kekhawatiran kini mengemuka bahwa pengiriman tersebut bisa terganggu. Hal ini memicu lonjakan permintaan terhadap jenis minyak mentah yang dikirim dari sisi Samudera Hindia, seperti Murban dari Abu Dhabi dan minyak mentah Oman.
Varian lain yang berpotensi mendapat keuntungan jika pasokan Iran terganggu antara lain minyak Rusia jenis ESPO yang dimuat dari Pelabuhan Kozmino di Timur Jauh, serta minyak mentah Angola.
2. Ekspor Bahan Bakar Iran
Iran tidak hanya mengekspor minyak mentah, tetapi juga bahan bakar olahan dalam volume besar, terutama fuel oil dengan kandungan sulfur tinggi yang biasa digunakan untuk bahan bakar kapal atau bahan baku kilang
Sebagian besar pasokan itu berakhir di pusat pengisian kapal seperti Fujairah (UEA), Singapura, dan Malaysia. Jenis straight-run fuel oil yang dapat menggantikan minyak mentah juga banyak diekspor ke kilang sederhana dan berbiaya rendah di China yang dikenal sebagai teapots.
Selain itu, Iran memiliki cadangan gas alam besar, termasuk ladang bersama dengan Qatar. Meski sebagian besar digunakan untuk konsumsi domestik, produk turunan seperti liquefied petroleum gas (LPG) dan kondensat diekspor ke pasar global.
China sangat bergantung pada Iran untuk sekitar seperempat dari total impor LPG-nya—produk yang dapat digunakan untuk memasak, pemanas, maupun bahan baku petrokimia. Ketergantungan ini semakin meningkat setelah pasokan LPG dari AS — pemasok utama China sebelumnya — anjlok akibat konflik dagang pada awal tahun ini.
“Jika pasokan LPG dari Iran ke China benar-benar terhenti, atau bahkan turun setengahnya saja, China tidak memiliki banyak alternatif signifikan,” kata Samantha Hartke, Kepala Analisis Pasar untuk Amerika di Vortexa Ltd.
3. Selat Hormuz
Sebagian besar impor minyak Asia bergantung pada jalur Selat Hormuz, sehingga kawasan ini menjadi perhatian utama para pelaku pasar energi.