Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat perkembangan kepemilikan asing atas obligasi korporasi Tanah Air mengalami penurunan. Berbeda dengan kepemilikan asing atas obligasi negara yang melejit.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi mengatakan untuk obligasi atau sukuk korporasi, total outstanding yang tercatat mencapai Rp528,69 triliun per 27 Mei 2025. Kepemilikannya didominasi oleh investor domestik.
Kepemilikan investor asing atas obligasi atau sukuk korporasi tersebut tercatat hanya sebesar Rp6,22 triliun atau 1,18% dari total outstanding obligasi atau sukuk korporasi.
"Kepemilikan asing tersebut apabila dibandingkan secara YoY [secara tahunan/year on year] tercatat turun karena kepemilikan asing per Mei 2024 tercatat Rp9,74 triliun," kata Inarno dalam jawaban tertulis pada beberapa waktu lalu.
Begitu juga sepanjang tahun berjalan (year to date/YtD) atau sejak perdagangan perdana 2025, kepemilikan asing atas obligasi atau sukuk korporasi mengalami penurunan, sebab per Desember 2024 mencapai Rp7,03 triliun.
Berbeda dengan obligasi atau sukuk korporasi, kepemilikan asing di obligasi atau sukuk negara tercatat menanjak. Total outstanding dari obligasi atau sukuk negara mencapai Rp6.344,07 triliun per 27 Mei 2025, di mana kepemilikannya juga didominasi oleh investor domestik.
Kepemilikan investor asing atas obligasi atau sukuk negara tercatat sebesar Rp923,75 triliun atau 14,56% dari outstanding.
"Kepemilikan asing di government bond atau sukuk tersebut apabila dibandingkan secara YoY tercatat naik karena kepemilikan asing per Mei 2024 tercatat Rp806,97 triliun," kata Inarno.
Begitu juga secara ytd yang tercatat naik, karena kepemilikan asing di obligasi atau sukuk negara per Desember 2024 mencapai Rp876,64 triliun.
OJK juga mencatat bahwa di pasar obligasi, indeks obligasi komposit Indonesia (ICBI) menguat 0,78% secara bulanan (month to date/MtD) ke level 409,16. Sementara itu, yield surat berharga negara (SBN) rata-rata turun 4,76 basis poin secara bulanan dan turun 22,02 basis poin sepanjang tahun berjalan.
Di sisi lain, pasar obligasi di Tanah Air akan mendapatkan dorongan dari adanya penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI). Sebagaimana diketahui, BI rate telah turun 25 basis poin ke level 5,50% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI periode 20—21 Mei 2025.
Yield Obligasi Berpotensi Turun
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto mengatakan penurunan suku bunga acuan BI itu akan berpotensi menurunkan yield market.
"Kemudian, hal itu akan menimbulkan penurunan cost of fund [biaya dana] dalam penerbitan obligasi dan memacu korporasi atau penerbit mencari pembiayaan di pasar obligasi," ujar Ramdhan kepada Bisnis.
Apalagi, jika nilai tukar rupiah dapat terjaga dengan baik, maka pasar obligasi akan lebih likuid. Pelaku pasar pasar pun akan semakin percaya diri masuk ke pasar obligasi.
Meskipun, pasar obligasi pun tak terlepas dari sentimen luar negeri. Kondisi global saat ini penuh dengan ketidakpastian seiring dengan kekhawatiran perang dagang.
Kebijakan Presiden AS Donald Trump terkait tarif impor AS sempat memberikan tekanan terhadap yield pasar obligasi, terutama obligasi di negara berkembang. Setelah kebijakan tarif impor AS ditunda, dalam sebulan terakhir pasar obligasi cenderung stabil dan terjadi penguatan.
Director & Chief Investment Officer, Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Ezra Nazula pun mengatakan turunnya BI rate memberikan sentimen positif untuk pasar obligasi.
"Apalagi statement BI mengindikasikan potensi diturunkan kembali suku bunga lagi ke depannya. Kami melihat ini sebagai peluang untuk imbal hasil SBN [surat berharga negara] mengalami tren penuruan," ujar Ezra kepada Bisnis.