Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Suara Ahli soal Untung-Rugi Suntikan Modal Danantara ke Garuda Indonesia (GIAA)

Kinerja keuangan Garuda menjadi ujian pertama bagi Danantara sebagai lembaga super holding BUMN.
Garuda Indonesia (GIAA) mengoperasikan livery tematik Pikachu Jet GA-1 yang diaplikasikan pada pesawat Boeing 737-800 NG./Garuda Indonesia
Garuda Indonesia (GIAA) mengoperasikan livery tematik Pikachu Jet GA-1 yang diaplikasikan pada pesawat Boeing 737-800 NG./Garuda Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA — Super holding BUMN, Danantara dikabarkan mengucurkan modal kepada emiten maskapai pelat merah PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA). Pengamat menilai terdapat untung rugi dari wacana kucuran dana Danantara kepada GIAA itu.

Pengamat BUMN Toto Pranoto mengatakan kondisi GIAA saat ini memang masih mengkhawatirkan. Beberapa pesawat tak diterbangkan karena kesulitan biaya perawatan dinilai menjadi indikator. Alhasil, kucuran dana dari Danantara yang baru meluncur menjadi dilema. Namun, menurutnya, masih terdapat peluang bagi Danantara dalam wacana kucuran dana kepada GIAA.

"Danantara bisa mengambil alih masalah Garuda. Sumber pembiayaan Danantara untuk aksi korporasi ini bisa dari dividen tahun buku 2024 yang sudah disetor sebagian besar BUMN ke Danantara," ujar Toto kepada Bisnis pada Senin (19/5/2025).

Akan tetapi, untuk bisa dibantu Danantara, tentu proposal bisnis GIAA harus lebih baik dan kelayakan secara bisnis. 

"Fokus utama Garuda bisa melayani kebutuhan pasar domestik saja. Sementara itu, rute luar negeri dibatasi pada segmen captive dan gemuk saja, misal angkutan haji atau pasar wisata mancanegara potensial seperti Jepang atau Australia," kata Toto.

Pengamat BUMN Herry Gunawan juga menilai kucuran dana Danantara kepada GIAA secara politis memang harus dilakukan. Sebab, kucuran dana berkaitan dengan persoalan reputasi Danantara yang diamanatkan mengelola BUMN. 

"Jika di awal ada BUMN yang bubar akibat utang dan Danantara tidak bisa mengatasi, ini bisa jadi preseden buruk bagi BUMN lain, seperti pada BUMN karya," kata Herry kepada Bisnis pada Senin (19/5/2025).

Di satu sisi, Danantara harus dihadapkan pada kondisi keuangan GIAA yang saat ini masih membukukan rugi serta ekuitas negatif. GIAA masih membukukan rugi bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$76,48 juta per kuartal I/2025. Kerugian maskapai penerbangan pelat merah ini menyusut dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$87,03 juta atau Rp1,44 triliun. 

Penyusutan kerugian GIAA didorong oleh kinerja pendapatan usaha yang naik 1,62% secara tahunan (year-on-year/YoY) menjadi US$723,56 juta atau Rp12,01 triliun pada kuartal I/2025, dibandingkan US$711,98 juta atau Rp11,82 triliun pada kuartal I/2024.

Raupan pendapatan usaha GIAA dikontribusikan terbesar dari operasi penerbangan US$668,56 juta. Kemudian, segmen usaha jasa pemeliharaan pesawat menyumbang pendapatan usaha sebesar US$95,36 juta. Lalu, pendapatan dari operasi lain-lain sebesar US$93,7 juta. Herry mengatakan kegiatan operasional GIAA sebenarnya berkinerja positif. Namun, karena beban keuangannya terlalu besar sehingga menekan kondisi keuangan perusahaan. 

"Saat ini, persoalan terberat dari Garuda, kalau melihat laporan keuangan kuartal I/2025, terutama pada beban sewa serta estimasi biaya pengembalian dan pemeliharaan pesawat," ujar Herry.

Oleh karena itu, menurutnya, sangat penting bagi GIAA untuk melakukan negosiasi ulang dengan perusahaan yang menyewakan pesawat. Apalagi dalam kasus sewa pesawat itu ada malpraktik sehingga kasusnya sudah mendapatkan keputusan tetap pengadilan di Indonesia.

Adapun, GIAA mencatatkan beban usaha mencapai US$718,35 juta pada tiga bulan pertama 2025 yang naik 2,19% YoY dari US$702,92 juta pada periode yang sama tahun sebelumnya. 

Setelah diakumulasi dengan pendapatan serta beban usaha lainnya, rugi sebelum pajak GIAA mencapai US$88,73 juta, menyusut dibandingkan rugi sebelum pajak pada periode yang sama tahun sebelumnya US$100,76 juta.

GIAA juga masih berkutat dengan ekuitas negatif, di mana liabilitas GIAA melebihi asetnya. Tercatat, aset GIAA mencapai US$6,45 miliar per kuartal I/2025. Sementara itu, liabilitas GIAA mencapai US$7,88 miliar. Alhasil, ekuitas negatif GIAA mencapai US$1,43 miliar pada periode yang berakhir 31 Maret 2025.

"Dengan demikian, tingkat risiko operasional Garuda sangat tinggi. Tekanan ini akan terus menghantui kinerja Garuda," kata Herry.

Dia juga menilai seiring dengan wacana suntikan modal dari Danantara, restrukturisasi perjanjian sewa oleh GIAA sangat layak dilakukan untuk meringankan beban. 

"Kalau tidak, suntikan modal yang diberikan [Danantara] seperti menggarami laut sebab kewajiban dalam sewa pesawat serta biaya pengembalian dan pebaikan pesawat yang paling banyak menjadi beban keuangan Garuda," tutur Herry.

Sebelumnya, Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Miftahul Khaer mengatakan terdapat sejumlah tantangan yang menghinggapi bisnis GIAA. Garuda Indonesia masih berkutat dengan kondisi kerugian besar dan ekuitas negatif. Tantangan lainnya juga dihadapi GIAA, yakni persaingan pasar seiring dengan kehadiran maskapai anyar. Selain itu, terdapat tantangan volatilitas harga bahan bakar.

"Akan tetapi, terdapat peluang yakni ekspansi seperti penambahan pesawat dan rute baru pada 2025 tentunya merupakan sebuah katalis positif," ujarnya kepada Bisnis.

Pemulihan sektor pariwisata dan peningkatan permintaan perjalanan domestik serta internasional juga bisa menjadi katalis positif. Sebagaimana diketahui, Danantara sebagai super holding BUMN dikabarkan akan mengucurkan modal kepada emiten maskapai pelat merah GIAA.

Mengutip Bloomberg, sumber yang mengetahui informasi tersebut menyebutkan bahwa pembahasan masih bersifat awal dan belum ada keputusan final. Besaran suntikan modal juga masih dalam tahap pembahasan. Sementara itu, baik pihak Garuda Indonesia maupun Danantara belum memberikan tanggapan atas permintaan konfirmasi. 

Danantara telah menjadi super holding dari entitas-entitas BUMN. Danantara telah resmi meluncur pada Februari 2025. Kemudian, pada Maret 2025, jajaran pengurus Danantara resmi diangkat. 

Selain itu, terdapat pula aksi korporasi di mana pemerintah melakukan pengalihan saham BUMN dengan skema inbreng ke PT Biro Klasifikasi Indonesia (Persero) atau BKI dalam rangka pendirian holding operasional Danantara.

Managing Director Finance Danantara Arief Budiman menyatakan bahwa mandat Danantara sangat jelas, yakni menjadi holding operasional untuk 52 BUMN dan mesin investasi strategis negara. Lewat Danantara, kata Arief, dividen BUMN akan dikelola dan diarahkan untuk memacu investasi di sejumlah sektor produktif, seperti ketahanan energi dan pangan, manufaktur, serta sektor kesehatan dan pendidikan.

“Investasi harus diarahkan pada sektor-sektor yang meningkatkan produktivitas, dan di situlah letak pentingnya investasi-investasi ini,” katanya.

Dia juga menggarisbawahi bahwa pendekatan Danantara turut memperhatikan aspek tata kelola korporasi yang baik, khususnya dalam pemisahan fungsi pelayanan publik (PSO) dan entitas pelat merah yang benar-benar berorientasi komersial.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper